Sampai Nabi Ibrahim yang berhijrah
meninggalkan Mesir bersama Sarah, isterinya dan Hajar, dayangnya di tempat tujuannya
di Palestina. Ia telah membawa pindah juga semua binatang ternaknya dan harta
miliknya yang telah diperolehinya sebagai hasil usaha niaganya di Mesir.
Al-Bukhari meriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a.berkata:
Pertama-tama yang menggunakan setagi {setagen} ialah Hajar ibu Nabi Ismail tujuan untuk menyembunyikan kandungannya dari Siti Sarah yang telah lama berkumpul dengan Nabi Ibrahim a.s. tetapi belum juga hamil. tetapi walau bagaimana pun juga akhirnya terbukalah rahasia yang disembunyikan itu dengan lahirnya Nabi Ismail a.s. Dan sebagai lazimnya seorang isteri sebagai Siti Sarah merasa telah dikalahkan oleh Siti Hajar sebagai seorang dayangnya yang diberikan kepada Nabi Ibrahim a.s. Dan sejak itulah Siti Sarah merasakan bahawa Nabi Ibrahim a.s. lebih banyak mendekati Hajar karena merasa sangat gembira dengan puteranya yang tunggal dan pertama itu, hal ini yang menyebabkan permulaan ada keratakan dalam rumah tangga Nabi Ibrahim a.s. sehingga Siti Sarah merasa tidak tahan hati jika melihat Siti Hajar dan minta pada Nabi Ibrahim a.s. supaya menjauhkannya dari matanya dan menempatkannya di lain tempat.
Al-Bukhari meriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a.berkata:
Pertama-tama yang menggunakan setagi {setagen} ialah Hajar ibu Nabi Ismail tujuan untuk menyembunyikan kandungannya dari Siti Sarah yang telah lama berkumpul dengan Nabi Ibrahim a.s. tetapi belum juga hamil. tetapi walau bagaimana pun juga akhirnya terbukalah rahasia yang disembunyikan itu dengan lahirnya Nabi Ismail a.s. Dan sebagai lazimnya seorang isteri sebagai Siti Sarah merasa telah dikalahkan oleh Siti Hajar sebagai seorang dayangnya yang diberikan kepada Nabi Ibrahim a.s. Dan sejak itulah Siti Sarah merasakan bahawa Nabi Ibrahim a.s. lebih banyak mendekati Hajar karena merasa sangat gembira dengan puteranya yang tunggal dan pertama itu, hal ini yang menyebabkan permulaan ada keratakan dalam rumah tangga Nabi Ibrahim a.s. sehingga Siti Sarah merasa tidak tahan hati jika melihat Siti Hajar dan minta pada Nabi Ibrahim a.s. supaya menjauhkannya dari matanya dan menempatkannya di lain tempat.
Untuk sesuatu hikmah yang belum diketahui dan
disadari oleh Nabi Ibrahim Allah s.w.t. mewahyukan kepadanya agar keinginan dan
permintaan Sarah isterinya dipenuhi dan dijauhkanlah Ismail bersama Hajar
ibunya dan Sarah ke suatu tempat di mana yang ia akan tuju dan di mana Ismail
puteranya bersama ibunya akan di tempatkan dan kepada siapa akan ditinggalkan.
Maka dengan tawakkal kepada Allah berangkatlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah membawa Hajar dan Ismail yang diboncengkan di atas untanya tanpa tempat tujuan yang tertentu. Ia hanya berserah diri kepada Allah yang akan memberi arah kepada binatang tunggangannya. Dan berjalanlah unta Nabi Ibrahim dengan tiga hamba Allah yang berada di atas punggungnya keluar kota masuk ke lautan pasir dan padang terbuka di mana terik matahari dengan pedihnya menyengat tubuh dan angin yang kencang menghembur-hamburkan debu-debu pasir.
Setelah berminggu-minggu berada dalam perjalanan
jauh yang melelahkan tibalah pada akhirnya Nabi Ibrahim bersama Ismail dan
ibunya di Makkah kota suci dimana Kabah didirikan dan menjadi pujaan manusia
dari seluruh dunia. di tempat di mana Masjidil Haram sekarang berada,
berhentilah unta Nabi Ibrahim mengakhiri perjalanannya dan disitulah ia
meninggalkan Hajar bersama puteranya dengan hanya dibekali dengan serantang
bekal makanan dan minuman sedangkan keadaan sekitarnya tiada tumbuh-tumbuhan,
tiada air mengalir, yang terlihat hanyalah batu dan pasir kering . Alangkah
sedih dan cemasnya Hajar ketika akan ditinggalkan oleh Ibrahim seorang diri
bersama dengan anaknya yang masih kecil di tempat yang sunyi senyap dari
segala-galanya kecuali batu gunung dan pasir. Ia seraya merintih dan menangis,
memegang kuat-kuat baju Nabi Ibrahim memohon belas kasihnya, janganlah ia
ditinggalkan seorang diri di tempat yang kosong itu, tiada seorang manusia,
tiada seekor binatang, tiada pohon dan tidak terlihat pula air mengalir,
sedangkan ia masih menanggung beban mengasuh anak yang kecil yang masih
menyusu. Nabi Ibrahim mendengar keluh kesah Hajar merasa tidak tega
meninggalkannya seorang diri di tempat itu bersama puteranya yang sangat
disayangi akan tetapi ia sedar bahwa apa yang dilakukan nya itu adalah kehendak
Allah SWT yang tentu mengandungi hikmat yang masih terselubung baginya dan ia
sadar pula bahawa Allah akan melindungi Ismail dan ibunya dalam tempat
pengasingan itu dan segala kesukaran dan penderitaan. Ia berkata kepada Hajar :
“Bertawakkallah kepada Allah yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah
kepada kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke
sini dan Dialah yang akan melindungi mu dan menyertaimu di tempat yang sunyi
ini. Sesungguh kalau bukan perintah dan wahyunya, tidak sesekali aku tergamak
meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama puteraku yang sangat ku cintai
ini. Percayalah wahai Hajar bahwa Allah Yang Maha Kuasa tidak akan melantarkan
kamu berdua tanpa perlindungan-Nya. Rahmat dan barakah-Nya akan tetap turun di atas
kamu untuk selamanya, insya-Allah.”
Mendengar kata-kata Ibrahim itu segeralah
Hajar melepaskan genggamannya pada baju Ibrahim dan dilepaskannyalah beliau
menunggang untanya kembali ke Palestinaa dengan iringan air mata yang
bercurahan membasahi tubuh Ismail yang sedang menetak. Sedang Nabi Ibrahim pun
tidak dapat menahan air matanya keetika ia turun dari dataran tinggi
meninggalkan Makkah menuju kembali ke Palestina di mana isterinya Sarah dengan
puteranya yang kedua Ishak sedang menanti. Ia tidak henti-henti selama dalam
perjalanan kembali memohon kepada Allah perlindungan, rahmat dan barakah serta
kurnia rezeki bagi putera dan ibunya yang ditinggalkan di tempat terasing itu.
Ia berkata dalam doanya:” Wahai Tuhanku! Aku telah tempatkan puteraku dan anak-anak
keturunannya di dekat rumah-Mu { Baitullahil Haram } di lembah yang sunyi dari
tanaman dan manusia agar mereka mendirikan solat dan beribadat kepada-Mu.
Jadikanlah hati sebahagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka
rezeki dari buah-buahan yang lazat, mudah-mudahan mereka bersyukur kepada-Mu.”
Sepeninggal Nabi Ibrahim tinggallah Hajar dan
puteranya di tempat yang terpencil dan sunyi itu. Ia harus menerima nasib yang
telah ditakdirkan oleh Allah atas dirinya dengan kesabaran dan keyakinan penuh
akan perlindungan-Nya. Bekalan makanan dan minuman yang dibawanya dalam
perjalanan pada akhirnya habis dimakan selama beberapa hari sepeninggalan Nabi
Ibrahim. Maka mulailah terasa oleh Hajar beratnya beban hidup yang harus
ditanggungnya sendiri tanpa bantuan suaminya. Ia masih harus meneteki anaknya,
namun air teteknya makin lama makin mengering disebabkan kekurangan makan .Anak
yang tidak dapat minuman yang memuaskan dari tetek ibunya mulai menjadi cerewet
dan tidak henti-hentinya menangis. Ibunya menjadi panik, bingung dan cemas
mendengar tangisan anaknya yang sangat menyayat hati itu. Ia menoleh ke kanan
dan ke kiri serta lari ke sana ke sini mencari sesuap makanan atau seteguk air
yang dpt meringankan kelaparannya dan meredakan tangisan anaknya, namun
sia-sialah usahanya. Ia pergi berlari harwalah menuju bukit Shafa kalau-kalau
ia boleh mendapatkan sesuatu yang dapat menolongnya tetapi hanya batu dan pasir
yang didapatnya disitu, kemudian dari bukit Shafa ia melihat bayangan air yang
mengalir di atas bukit Marwah dan larilah ia ke tempat itu namun ternyata
bahawa yang disangkanya air adalah fatamorgana {bayangan} belaka dan kembalilah
ke bukit Shafa karena mendengar seakan-akan ada suara yang memanggilnya tetapi
gagal dan melesetlah dugaannya. Demikianlah maka karena dorongan hajat hidupnya
dan hidup anaknya yang sangat disayangi, Hajar mundar-mundir berlari sampai
tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah yang pada akhirnya ia duduk termenung
merasa penat dan hampir berputus asa.
Diriwayatkan bahawa selagi Hajar berada dalam
keadaan tidak berdaya dan hampir berputus asa kecuali dari rahmat Allah dan
pertolongan-Nya datanglah kepadanya malaikat Jibril bertanya:” Siapakah
sebenarnya engkau ini?” ” Aku adalah hamba sahaya Ibrahim”. Jawab Hajar.” Kepada
siapa engkau dititipkan di sini?”tanya Jibril.” Hanya kepad Allah”,jawab
Hajar.Lalu berkata Jibril:” Jika demikian, maka engkau telah dititipkan kepada
Dzat Yang Maha Pemurah Lagi Maha Pengasih, yang akan melindungimu, mencukupi
keperluan hidupmu dan tidak akan mensia-siakan kepercayaan ayah puteramu
kepada-Nya.”
Kemudian diajaklah Hajar mengikuti-nya pergi
ke suatu tempat di mana Jibril menginjakkan telapak kakinya kuat-kuat di atas
tanah dan segeralah memancur dari bekas telapak kaki itu air yang jernih dengan
kuasa Allah .Itulah dia mata air Zamzam yang sehingga kini dianggap keramat
oleh jemaah haji, berdesakan sekelilingnya bagi mendapatkan setitik atau
seteguk air daripadanya dan kerana sejarahnya mata air itu disebut orang ”
Injakan Jibril “. Alngkah gembiranya dan lega dada Hajar melihat air yang
mancur itu. Segera ia membasahi bibir puteranya dengan air keramat itu dan
segera pula terlihat wajah puteranya segar kembali, demikian pula wajah si ibu
yang merasa sangat bahagia dengan datangnya mukjizat dari sisi Tuhan yang
mengembalikan kesegaran hidup kepadanya dan kepada puteranya sesudah
dibayang-bayangi oleh bayangan mati kelaparan yang mencekam dada.
Mancurnya air Zamzam telah menarik
burung-burung berterbangan mengelilingi daerah itu menarik pula perhatian
sekelompok bangsa Arab dari suku Jurhum yang merantau dan sedang berkemah di
sekitar Makkah. Mereka mengetahui dari pengalaman bahwa di mana ada terlihat
burung di udara, niscaya dibawanya terdapat air, maka diutuslah oleh mereka
beberapa orang untuk memeriksa kebenaran teori ini. Para pemeriksa itu pergi
mengunjungi daerah di mana Hajar berada, kemudian kembali membawa berita
gembira kepada kaumnya tentang mata air Zamzam dan keadaan Hajar bersama
puteranya. Segera sekelompok suku Jurhum itu memindahkan perkemahannya ke
tempat sekitar Zamzam ,dimana kedatangan mereka disambut dengan gembira oleh
Hajar karena adanya sekelompok suku Jurhum di sekitarnya, ia memperoleh
jiran-jiran yang akan menghilangkan kesunyian dan kesepian yang selama ini
dirasakan di dalam hidupnya berduaan dengan puteranya saja.
Hajar bersyukur kepada Allah yang dengan
rahmatnya telah membuka hati orang-orang itu cenderung datang meramaikan dan
memecahkan kesunyian lembah di mana ia ditinggalkan sendirian oleh Ibrahim.
Nabi Ibrahim dari masa ke semasa pergi ke
Makkah untuk mengunjungi dan menjenguk Ismail di tempat pengasingannya bagi
menghilangkan rasa rindu hatinya kepada puteranya yang ia sayangi serta
menenangkan hatinya yang selalu resah bila mengenangkan keadaan puteranya
bersama ibunya yang ditinggalkan di tempat yang tandus, jauh dari masyarakat
kota dan pengaulan umum. Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remajanya Nabi
Ibrahim a.s. mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari
cara-cara turunnya wahyu Allah , maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu
harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus termenung memikirkan
ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikurniai seorang
putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan ,seorang putera
yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si
ayah , seorang putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyambung
kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut
nyawa oleh tangan si ayah sendiri.
Namun ia sebagai seorang Nabi, pesuruh Allah
dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para
pengikutnya dalam bertaat kepada Allah ,menjalankan segala perintah-Nya dan
menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, isteri, harta
benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan
melalui mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah
itu. Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim, namun sesuai
dengan firman Allah yang bermaksud:” Allah lebih mengetahui di mana dan kepada
siapa Dia mengamanatkan risalahnya.” Nabi Ibrahim tidak membuang masa lagi, berazam (niat) tetap akan
menyembelih Nabi Ismail puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah
yang telah diterimanya.Dan berangkatlah serta merta Nabi Ibrahim menuju ke
Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah
perintahkan.
Nabi Ismail sebagai anak yang soleh yang
sangat taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh
ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang
berkata kepada ayahnya: ” Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah
diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insya-Allah sebagai
seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam
melaksanakan perintah Allah itu , agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku
tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan
pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya
pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah parangmu dan
percepatkanlah perlaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa
pedihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah
kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda
mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya.”Kemudian dipeluknyalah Ismail dan dicium
pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata:” Bahagialah aku mempunyai seorang putera
yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati
menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah.”
Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah parang tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang parang di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke parang yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher Nabi Ismail dan penyembelihan di lakukan . Akan tetapi apa daya, parang yang sudah demikian tajamnya itu ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Ismail dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.
Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah parang tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang parang di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke parang yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher Nabi Ismail dan penyembelihan di lakukan . Akan tetapi apa daya, parang yang sudah demikian tajamnya itu ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Ismail dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.
Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat
dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pergorbanan Ismail itu hanya suatu
ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sampai sejauh mana cinta dan taat
mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat
berat itu. Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan
pergorbanan puteranya. untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan
Nabi Ismail tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam memperagakan kebaktiannya
kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk
dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa parang itu tidak bisa
memotong lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya:” Wahai ayahku!
Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku,
cobalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku.”Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya
mengeluarkan setitik darah pun dari daging Ismail walau ia telah ditelangkupkan
dan dicoba memotong lehernya dari belakang.
Dalam keadaan bingung dan sedih hati, karena
gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu
Allah dengan firmannya:” Wahai Ibrahim! Engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu,
demikianlah Kami akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikan .”Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa Ismail
telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih seekor
kambing yang telah tersedia di sampingnya dan segera dipotong leher kambing itu
oleh beliau dengan parang yang tumpul di leher puteranya Ismail itu. Dan inilah
asal permulaan sunnah berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap hari
raya idul adha di seluruh pelosok dunia.
Nabi Ismail pun beranjak dewasa dan belajar
Bahasa Arab dari Suku Jurhum tersebut. Beliau juga menikah dengan salah seorang
wanita mereka. Diceritakan pula bahwa Hajar kemudian meninggal dunia.
Pada suatu saat, Nabi Ibrahim datang ingin
menjenguk Nabi Ismail ‘alaihimassalam. Namun, beliau hanya menemui istri Nabi
Ismail saja. Nabi Ibrahim bertanya kepada wanita tersebut ke mana kiranya Nabi
Ismail pergi. Istrinya menjawab, “Dia sedang mencari nafkah untuk kami.”
Nabi Ibrahim lalu bertanya tentang keadaan mereka.
Istri Nabi Ismail menjawab,“Kami dalam kondisi yang jelek dan hidup dalam kesempitan dan
kemiskinan.”Mendengar jawaban
tersebut, sebelum pulang Nabi Ibrahim berpesan kepada wanita itu untuk
menyampaikan salam kepada Nabi Ismail dan berpesan agar Nabi Ismail mengganti
pegangan pintunya.
Setelah Nabi Ismail kembali ke rumah, istrinya
pun menceritakan peristiwa tadi dan menyampaikan pesan Nabi Ibrahim kepada
suaminya. Mendengar hal tersebut, Nabi Ismail pun berkata kepada istrinya, “Itu tadi
adalah bapakku. Ia menyuruhku untuk menceraikanmu, maka kembalilah engkau
kepada orang tuamu.”
Nabi Ismail pun menceraikan istrinya tadi
sesuai dengan pesan Nabi Ibrahim dan kemudian menikah lagi dengan seorang
wanita dari Bani Jurhum juga.
Setelah beberapa waktu berlalu, Nabi Ibrahim
kemudian kembali mengunjungi Nabi Ismail. Namun, Nabi Ismail tidak ada di
rumah. Nabi Ibrahim pun menemui istri Nabi Ismail yang baru. Beliau bertanya
dimana Nabi Ismail sekarang. Istrinya menjawab bahwa Nabi Ismail sedang mencari
nafkah.
Nabi Ibrahim juga bertanya tentang keadaan
mereka. Wanita itu menjawab bahwa keadaan mereka baik-baik saja dan
berkecukupan, sambil kemudian memuji Allah azza wa jalla. Nabi Ibrahim lalu
bertanya tentang makanan serta minuman mereka. Wanita itu menjawab bahwa
makanan mereka adalah daging, adapun minuman mereka adalah air. Maka Nabi
Ibrahim mendoakan kedua hal ini, “Ya Allah berkatilah mereka pada daging dan air.”
Setelah itu, Nabi Ibrahim pun pergi dari rumah
Nabi Ismail. Namun, sebelumnya beliau berpesan kepada wanita itu agar Nabi
Ismail memperkokoh pegangan pintunya.
Ketika Nabi Ismail pulang, beliau bertanya
kepada istrinya, “Adakah tadi orang yang bertamu?” Istrinya menjawab, “Ada, seorang
tua yang berpenampilan bagus.” Dia memuji Nabi Ibrahim. “Ia bertanya kepadaku tentang dirimu, maka
aku jelaskan keadaanmu kepadanya. Dia juga bertanya tentang kehidupan kita, dan
aku jawab bahwa kehidupan kita baik-baik saja.”
Nabi Ismail kemudian bertanya, “Apakah dia
memesankan sesuatu kepadamu?”Istrinya kembali menjawab, “Ya. Ia menyampaikan salam kepadamu
dan menyuruhku mengokohkan pegangan pintumu.”
Nabi Ismail berkata, “Itu adalah ayahku
dan engkau adalah pegangan pintu tersebut. Beliau menyuruhku untuk tetap
menikahimu (menjagamu).”
Waktu pun berlalu. Suatu saat ketika Nabi
Ismail sedang meraut anak panah, Nabi Ibrahim pun datang. Nabi Ismail pun
bangkit menyambutnya, dan mereka pun saling melepaskan rindu.
Selanjutnya, Nabi Ibrahim berkata, “Wahai
anakku, sesungguhnya Allah menyuruhku menjalankan perintah.” Ismail menjawab, “Lakukanlah apa yang
diperintahkan Rabbmu.”
“Apakah
engkau akan membantuku?”, Tanya Nabi Ibrahim
kembali.
“Aku
pasti akan membantumu.” seru Ismail. Nabi
Ibrahim kemudian menunjuk ke tumpukan tanah yang lebih tinggi dari yang
sekitarnya. Beliau berkata,“Sesungguhnya Allah menyuruhku membuat suatu rumah di sini.”
Pada saat itulah, keduanya kemudian
meninggikan pondasi Baitullah. Ismail mulai mengangkut batu, sementara Ibrahim
memasangnya. Setelah bangunan tinggi, Ismail membawakan sebuah batu untuk
menjadi pijakan bagi Nabi Ibrahim. Batu inilah yang akhirnya disebut
sebagai maqam (tempat berdiri) Nabi Ibrahim.
Mereka pun terus bekerja sembari mengucapkan
doa,
“Wahai Rabb kami terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Sampai akhirnya
tuntaslah pembangunan baitullah itu. Ka’bah pun akhirnya berdiri di bumi Allah
‘azza wa jalla.
Nabi Ishaq adalah putera nabi Ibrahim dari
isterinya Sarah, sedang Nabi Ismail adalah puteranya dari Hajar, dayang yang
diterimanya sebagai hadiah dari Raja Namrud.
Nabi Ishaq AS adalah salah satu putra Nabi
Ibrahim AS dari istrinya yang bernama Sarah. Ishaq adalah kata dalam bahasa Ibrani yang berarti tertawa. Dalam Al Qur’an dikisahkan bahwa Sarah
tertawa ketika mendapat keterangan bahwa dirinya akan memperoleh seorang anak
laki-laki, sementara usianya sudah sangat lanjut, yaitu 90 tahun.
Tatkala Ibrahim merasa ajalnya hampir tiba,
Ishaq belum menikah. Ibrahim tidak ingin menikahkan ia dengan wanita Kana’an
yang tidak mengenal Allah dan asing di dalam keluarganya. Oleh sebab itu ia
menugaskan seorang pelayan agar pergi ke Harran, Irak, dan membawa seorang perempuan
dari keluarganya. Perempuan itu adalah Rafqah binti Batuwael bin Nahur. Nahur adalah saudara Ibrahim AS, sehingga
Rafqah adalah putri keponakan Ibrahim AS. Perempuan itu kemudian dinikahkan
dengan Ishaq.
Setelah 20 tahun menikah, Ishaq dikaruniai 2
anak kembar, yang pertama diberi nama Al-Aish, yang kedua keluar dengan memegangi kaki
saudaranya sehingga ia diberi nama Ya’qub.
Tentang Nabi Ishaq ini tidak dikisahkan dalan
Al-Quran kecuali dalam beberapa ayat di antaranya adalah ayat 69 sehingga 74 dari
surah Hud, seperti berikut:
” Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim membawa khabar gembira mereka mengucapkan “selamat”.Ibrahim menjawab: “Selamatlah” maka tidak lama kemudian Ibrahim menjamukan daging anak sapi yang dipanggang. 70. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. malaikat itu berkata ” Jangan kamu takut sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus untuk kaum Luth.” 71. dan isterinya berdiri di sampingnya lalu di tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira akan (kelahiran) Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya’qup. 72. Isterinya berkata ” sungguh mengherankan apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua dan suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua juga? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang aneh. 73. Para malaikat itu berkata ” Apakah kamu merasa hairan tentang ketetapan Allah? ( itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya dicurahkan atas kamu hai ahlulbait! sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah. 74. Mak tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya dia pun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth.” ( Hud : 69 ~ 74 )
Selain ayat-ayat yang tersebut di atas yang membawa berita akan lahirnya Nabi Ishaq daripada kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia yang menurut sementara riwayat bahwa usianya pada waktu itu sudah mencapai sembilan puluh tahun, terdapat beberapa ayat yang menetapkan kenabiannya di antaranya ialah ayat 49 surah “Maryam” sebagai berikut:
” Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang meerka sembah selain Allah Kami anugerahkan kepadanya Ishaq dan Ya’qup. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi.”
Dan ayat 112 dan 113 surah “Ash-Shaffaat” sebagai berikut :
” 112. Dan Kami dia khabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang soleh. 113. Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya dengan nyata.”
” Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim membawa khabar gembira mereka mengucapkan “selamat”.Ibrahim menjawab: “Selamatlah” maka tidak lama kemudian Ibrahim menjamukan daging anak sapi yang dipanggang. 70. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. malaikat itu berkata ” Jangan kamu takut sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus untuk kaum Luth.” 71. dan isterinya berdiri di sampingnya lalu di tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira akan (kelahiran) Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya’qup. 72. Isterinya berkata ” sungguh mengherankan apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua dan suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua juga? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang aneh. 73. Para malaikat itu berkata ” Apakah kamu merasa hairan tentang ketetapan Allah? ( itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya dicurahkan atas kamu hai ahlulbait! sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah. 74. Mak tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya dia pun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth.” ( Hud : 69 ~ 74 )
Selain ayat-ayat yang tersebut di atas yang membawa berita akan lahirnya Nabi Ishaq daripada kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia yang menurut sementara riwayat bahwa usianya pada waktu itu sudah mencapai sembilan puluh tahun, terdapat beberapa ayat yang menetapkan kenabiannya di antaranya ialah ayat 49 surah “Maryam” sebagai berikut:
” Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang meerka sembah selain Allah Kami anugerahkan kepadanya Ishaq dan Ya’qup. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi nabi.”
Dan ayat 112 dan 113 surah “Ash-Shaffaat” sebagai berikut :
” 112. Dan Kami dia khabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang soleh. 113. Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya dengan nyata.”
Nabi Ishaq AS meninggal dalam usia 180 tahun
dan dimakamkan di gua tempat ayahnya, Nabi Ibrahim AS, dimakamkan, yaitu di kota Al-Khalil.
Nabi Ya’qub adalah putera dari Nabi Ishaq bin
Ibrahim sedang ibunya adalah anak saudara dari Nabi Ibrahim, bernama Rifqah
binti A’zar. Ia adalah saudara kembar dari putera Ishaq yang kedua bernama
Ishu. Antara kedua saudara kembar ini tidak terdapat suasana rukun dan damai
serta tidak ada menaruh kasih-sayang satu terhadap yang lain bahkan Ishu
mendendam dengki dan iri hati terhadap Ya’qubsaudara kembarnya yang memang
dimanjakan dan lebih disayangi serta dicintai oleh ibunya. Hubungan mereka yang
renggang dan tidak akrab itu makin buruk dan tegang setelah diketahui oleh Ishu
bahwa Ya’qublah yang diajukan oleh ibunya ketika ayahnya minta kedatangan
anak-anaknya untuk diberkahi dan didoakan, sedangkan dia tidak diberitahu dan
karenanya tidak mendapat kesempatan seperti Ya’qub memperoleh berkah dan doa
ayahnya, Nabi Ishaq.
Melihat sikap saudaranya yang bersikap kaku
dan dingin dan mendengar kata-kata sindirannya yang timbul dari rasa dengki dan
iri hati, bahkan ia selalu diancam maka datanglah Ya’qub kepada ayahnya
mengadukan sikap permusuhan itu. Ia berkata mengeluh : ” Wahai
ayahku! Tolonglah berikan fikiran kepadaku, bagaimana harus aku menghadapi
saudaraku Ishu yang membenciku mendendam dengki kepadaku dan selalu menyindirku
dengan kata-kata yang menyakitkan hatiku, sehingga menjadi hubungan
persaudaraan kami berdua renggang dan tegang tidak ada saling cinta mencintai
saling sayang-menyayangi. Dia marah karena ayah memberkahi dan mendoakan aku
agar aku memperolehi keturunan soleh, rezeki yang mudah dan kehidupan yang
makmur serta kemewahan. Dia menyombongkan diri dengan kedua orang isterinya
dari suku Kan’aan dan mengancam bahwa anak-anaknya dari kedua isteri itu akan
menjadi saingan berat bagi anak-anakku kelak didalam pencarian dan penghidupan
dan macam-macam ancaman lain yang mencemas dan menyesakkan hatiku. Tolonglah
ayah berikan aku fikiran bagaimana aku dapat mengatasi masalah ini serta
mengatasinya dengan cara kekeluargaan.”
Berkata si ayah, Nabi Ishaq yang memang sudah merasa kesal hati melihat hubungan kedua puteranya yang makin hari makin meruncing:” Wahai anakku, karena usiaku yang sudah lanjut aku tidak dapat menengahi kamu berdua ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku, badanku sudah membongkok raut mukaku sudah kisut berkerut dan aku sudak berada di ambang pintu perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yang fana ini. Aku khuatir bila aku sudah menutup usia, gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin meningkat dan ia secara terbuka akan memusuhimu, berusaha mencari kecelakaan mu dan kebinasaanmu. Ia dalam usahanya memusuhimu akan mendapat sokongan dan pertolongan dan saudara-saudara iparnya yang berpengaruh dan berwibawa di negeri ini. Maka jalan yang terbaik bagimu, menurut fikiranku, engkau harus pergi meninggalkan negeri ini dan berhijrah engkau ke Fadan A’raam di daerah Irak, di mana bermukin bapakk saudaramu saudara ibumu Laban bin Batuil. Engkau dapat mengharap dikawinkan kepada salah seorang puterinya dan dengan demikian menjadi kuatlah kedudukan sosialmu disegani dan dihormati orang karena karena kedudukan mertuamu yang menonjol di mata masyarkat. Pergilah engkau ke sana dengan iringan doa dariku semoga Allah memberkahi perjalananmu, memberi rezeki murah dan mudah serta kehidupan yang tenang dan tenteram.”
Nasihat dan anjuran si ayah mendapat tempat dalam hati si anak. Ya’qub melihat dalam anjuran ayahnya jalan keluar yang dikehendaki dari krisis hubungan persaudaraan antaranya dan Ishu, apalagi dengan mengikuti saran itu ia akan dapat bertemu dengan bapakk saudaranya dan anggota-anggota keluarganya dari pihak ibunya .Ia segera berkemas-kemas membungkus barang-barang yang diperlukan dalam perjalanan dan dengan hati yang terharu serta air mata yang tergenang di matanya ia meminta kepada ayahnya dan ibunya ketika akan meninggalkan rumah.
Berkata si ayah, Nabi Ishaq yang memang sudah merasa kesal hati melihat hubungan kedua puteranya yang makin hari makin meruncing:” Wahai anakku, karena usiaku yang sudah lanjut aku tidak dapat menengahi kamu berdua ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku, badanku sudah membongkok raut mukaku sudah kisut berkerut dan aku sudak berada di ambang pintu perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yang fana ini. Aku khuatir bila aku sudah menutup usia, gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin meningkat dan ia secara terbuka akan memusuhimu, berusaha mencari kecelakaan mu dan kebinasaanmu. Ia dalam usahanya memusuhimu akan mendapat sokongan dan pertolongan dan saudara-saudara iparnya yang berpengaruh dan berwibawa di negeri ini. Maka jalan yang terbaik bagimu, menurut fikiranku, engkau harus pergi meninggalkan negeri ini dan berhijrah engkau ke Fadan A’raam di daerah Irak, di mana bermukin bapakk saudaramu saudara ibumu Laban bin Batuil. Engkau dapat mengharap dikawinkan kepada salah seorang puterinya dan dengan demikian menjadi kuatlah kedudukan sosialmu disegani dan dihormati orang karena karena kedudukan mertuamu yang menonjol di mata masyarkat. Pergilah engkau ke sana dengan iringan doa dariku semoga Allah memberkahi perjalananmu, memberi rezeki murah dan mudah serta kehidupan yang tenang dan tenteram.”
Nasihat dan anjuran si ayah mendapat tempat dalam hati si anak. Ya’qub melihat dalam anjuran ayahnya jalan keluar yang dikehendaki dari krisis hubungan persaudaraan antaranya dan Ishu, apalagi dengan mengikuti saran itu ia akan dapat bertemu dengan bapakk saudaranya dan anggota-anggota keluarganya dari pihak ibunya .Ia segera berkemas-kemas membungkus barang-barang yang diperlukan dalam perjalanan dan dengan hati yang terharu serta air mata yang tergenang di matanya ia meminta kepada ayahnya dan ibunya ketika akan meninggalkan rumah.
Dengan melalui jalan pasir dan Sahara yang
luas dengan panas mataharinya yang terik dan angi samumnya {panas} yang
membakar kulit, Ya’qub meneruskan perjalanan seorang diri, menuju ke Fadan
A’ram dimana bapak saudaranya Laban tinggal. Dalam perjalanan yang jauh itu ,
ia sesekali berhenti beristirahat bila merasa letih dan lesu .Dan dalam salah
satu tempat perhentiannya ia berhenti karena sudah sangat letihnya tertidur
dibawah teduhan sebuah batu karang yang besar .Dalam tidurnya yang nyenyak, ia
mendapat mimpi bahwa ia dikurniakan rezeki luas, penghidupan yang aman damai,
keluarga dan anak cucu yang soleh dan bakti serta kerajaan yang besar dan
makmur. Terbangunlah Ya’qub dari tidurnya, mengusapkan matanya menoleh ke kanan
dan ke kiri dan sedarlah ia bahawa apa yang dilihatnya hanyalah sebuah mimpi
namun ia percaya bahwa mimpinya itu akan menjadi kenyataan di kemudian hari
sesuai dengan doa ayahnya yang masih tetap mendengung di telinganya. Dengan
diperoleh mimpi itu ,ia merasa segala letih yang ditimbulkan oleh perjalanannya
menjadi hilang seolah-olah ia memperolehi tanaga baru dan bertambahlah
semangatnya untuk secepat mungkin tiba di tempat yang di tuju dan menemui
sanak-saudaranya dari pihak ibunya.
Tiba pada akhirnya Ya’qub di depan pintu
gerbang kota Fadan A’ram setelah berhari-hari siang dan malam menempuh
perjalanan yang membosankan tiada yang dilihat selain dari langit di atas dan
pasir di bawah. Alangkah lega hatinya ketika ia mulai melihat binatang-binatang
peliharaan berkeliaran di atas ladang-ladang rumput ,burung-burung berterbangan
di udara yang cerah dan para penduduk kota berhilir mundir mencari nafkah dan
keperluan hidup masing-masing. Sesampainya disalah satu persimpangan jalan ia
berhenti sebentar bertanya salah seorang penduduk di mana letaknya rumah
saudara ibunya Laban berada. Laban seorang kaya-raya yang kenamaan pemilik dari
suatu perusahaan perternakan yang terbesar di kota itu tidak sukar bagi
seseorang untuk menemukan alamatnya. Penduduk yang ditanyanya itu segera
menunjuk ke arah seorang gadis cantik yang sedang menggembala kambing seraya
berkata kepada Ya’qub:”Kebetulan sekali, itulah dia puterinya Laban yang akan dapat
membawamu ke rumah ayahnya, ia bernama Rahil.”
Dengan hati yang berdebar, pergilah Ya’qub menghampiri yang ayu itu dan cantik itu, lalu dengan suara yang terputus-putus seakan-akan ada sesuatu yang mengikat lidahnya ,ia mengenalkan diri, bahwa ia adalah saudara sepupunya sendiri. Ibunya yang bernama Rifqah adalah saudara kandung dari ayah si gadis itu. Selanjutnya ia menerangkan kepada gadis itu bahwa ia datang ke Fadam A’raam dari Kan’aan dengan tujuan hendak menemui Laban ,ayahnya untuk menyampaikan pesanan Ishaq, ayah Ya’qub kepada gadis itu. Maka dengan senang hati sikap yang ramah muka yang manis disilahkan ya’qub mengikutinya berjalan menuju rumah Laban bapak saudaranya.
Dengan hati yang berdebar, pergilah Ya’qub menghampiri yang ayu itu dan cantik itu, lalu dengan suara yang terputus-putus seakan-akan ada sesuatu yang mengikat lidahnya ,ia mengenalkan diri, bahwa ia adalah saudara sepupunya sendiri. Ibunya yang bernama Rifqah adalah saudara kandung dari ayah si gadis itu. Selanjutnya ia menerangkan kepada gadis itu bahwa ia datang ke Fadam A’raam dari Kan’aan dengan tujuan hendak menemui Laban ,ayahnya untuk menyampaikan pesanan Ishaq, ayah Ya’qub kepada gadis itu. Maka dengan senang hati sikap yang ramah muka yang manis disilahkan ya’qub mengikutinya berjalan menuju rumah Laban bapak saudaranya.
berpeluk-pelukanlah dengan mesranya si bapak
saudara dengan anak saudara, menandakan kegembiraan masing-masing dengan
pertemuan yang tidak disangka-sangka itu dan mengalirlah pada pipi
masing-masing air mata yang dicucurkan oleh rasa terharu dan sukcita. Maka
diusapkanlah oleh Laban bin Batu’il tempat dan bilik khas untuk anak saudaranya
Ya’qub yang tidak berbeda dengan tempat-tempat anak kandungnya sendiri di mana
ia dapat tinggal sesuka hatinya seperti di rumahnya sendiri.
Setelah selang beberapa waktu tinggal di rumah
Laban ,bapak saudaranya sebagai anggota keluarga disampaikan oleh Ya’qub kepada
bapak saudaranya pesanan Ishaq ayahnya, agar mereka berdua berbesan dengan
mengawinkannya kepada salah seorang dari puteri-puterinya. Pesanan tersebut di
terima oleh Laban dan setuju akan mengawinkan Ya’qub dengan salah seorang
puterinya, dengan syarat sebagai mas kahwin, ia harus memberikan tenaga
kerjanya di dalam perusahaan penternakan bakal mentuanya selama tujuh tahun.
Ya’qub menyetujuinya syarat-syarat yang dikemukakan oleh bapak saudaranya dan
bekerjalah ia sebagai seorang pengurus perusahaan penternakan terbesar di kota
Fadan A’raam itu.
Setelah mas tujuh tahun dilampaui oleh Ya’qub
sebagai pekerja dalam perusahaan penternakan Laban ,ia menagih janji bapak
saudaranya yang akan mengambilnya sebagai anak menantunya. Laban menawarkan
kepada ya’qub agar menyunting puterinya yang bernama Laiya sebagai isteri,
namun anak saudaranya menghendaki Rahil adik dari Laiya, karena lebih cantik
dan lebih ayu dari Laiya yang ditawarkannya itu.Keinginan mana diutarakannya
secara terus terang oleh Ya’qub kepada bapak saudaranya, yang juga dari pihak
bapak saudaranya memahami dan mengerti isi hati anak saudaranya itu. Akan tetapi
adat istiadat yang berlaku pada waktu itu tidak mengizinkan seorang adik
melangkahi kakaknya kawin lebih dahulu. karenanya sebagi jalan tengah agak
tidak mengecewakan Ya’qub dan tidak pula melanggar peraturan yang berlaku,
Laban menyarankan agar anak saudaranya Ya’qub menerima Laiya sebagai isteri
pertama dan Rahil sebagai isteri kedua yang akan di sunting kelak setelah ia
menjalani mas kerja tujuh tahun di dalam perusahaan penternakannya.
Ya’qub yang sangat hormat kepada bapak
saudaranya dan merasa berhutang budi kepadanya yang telah menerimanya di rumah
sebagai keluarga, melayaninya dengan baik dan tidakdibeda-bedakan seolah-olah
anak kandungnya sendiri, tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima cadangan
bapak saudaranya itu . Perkawinan dilaksanakan dan kontrak untuk masa tujuh
tahun kedua ditanda-tangani. Begitu masa tujuh tahun kedua berakhir
dikawinkanlah Ya’qub dengan Rahil gadis yang sangat dicintainya dan selalu
dikenang sejak pertemuan pertamanya tatkala ia masuk kota Fadan A’raam. Dengan
demikian Nabi Ya’qub beristerikan dua wanita bersaudara, kakak dan adik, hal
mana menurut syariat dan peraturan yang berlaku pada waktu tidak terlarang akan
tetapi oleh syariat Muhammad s.a.w. hal semacam itu diharamkan.
Laban memberi hadiah kepada kedua puterinya
yaitu kedua isteri ya’qub seorang hamba sahaya untuk menjadi pembantu rumah
tangga mereka. Dan dari kedua isterinya serta kedua hamba sahayanya itu Ya’qub
dikurniai dua belas anak, di antaranya Yusuf dan Bunyamin dari ibu Rahil sedang
yang lain dari Laiya.
Kisah Nabi Ya’qub tidak terdapat dalam
Al-Quran secara tersendiri, namun disebut-sebut nama Ya’qub dalam hubungannya
dengan Ibrahim, Yusuf dan lain-lain nabi. Bahkan kisah ini adalah bersumberkan
dari kitab-kitab tafsir dan buku-buku sejarah.
Nabi Yusuf adalah putera ke tujuh dari dua
belas putera-puteri Nabi Ya’qub. Ia dengan adiknya yang bernama Bunyamin adalah
beribukan Rahil, saudara sepupu Nabi Ya’qub. Ia dikurniakan Allah rupa yang
bagus, paras tampan dan tubuh yang tegap yang menjadikan idaman setiap wanita
dan kenangan gadis-gadis remaja. Ia adalah anak yang dimanjakan oleh ayahnya,
lebih disayang dan dicintai dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain,
terutamanya setelah ditinggalkan Wafatnya ibu kandungnya Rahil semasa ia masih berusia
dua belas tahun.
Perlakuan yang diskriminatif dari Nabi Ya’qub
terhadap anak-anaknya telah menimbulkan rasa iri-hati dan dengki di antara
saudara-saudara Yusuf yang lain, yang merasakan bahawa mereka dianak-tirikan
oleh ayahnya yang tidak adil sesama anak, memanjakan Yusuf lebih daripada yang
lain. Rasa jengkel mereka terhadap kepada ayahnya dan iri-hati terhadap Yusuf
membangkitkan rasa setia kawan antara saudara-saudara Yusuf, persatuan dan rasa
persaudaraan yang akrab di antara mereka.
Dalam pertemuan rahasia yang mereka adakan
untuk merundingkan nasib yang mereka alami dan mengatur aksi yang harus mereka
lakukan bagi menyadarkan ayahnya, menuntut perlakuan yang adil dan saksama,
berkata salah seorang dari mereka:” Tidakkah kamu merasakan bahawa perlakuan
terhadap kita sebagai anak-anaknya tidak adil dan berat sebelah? Ia memanjakan
Yusuf dan menyintai serta menyayangi lebih daripada kita, seolah-olah Yusuf dan
Bunyamin sajalah anak-anak kandungnya dan kita anak-anak tirinya , padahal kita
adalah lebih tua dan lebih cakap daripada mereka berdua serta kitalah yang
selalu mendampingi ayah,mengurus segala keperluannya dan keperluan rumah
tanggannya. Kita merasa heran mengapa hanya Yusuf dan Bunyamin saja yang
menjadi keistimewaan disisi ayah. Apakah ibunya lebih dekat kepada hati ayah
berbanding dengan ibu kita? Jika memang itu alasannya ,maka apakah salah kita?
Bahawa kita lahir daripada ibu yang mendapat tempat kedua di hati ayah ataukah
paras Yusuf yang lebih tampan dan lebih cakap dari paras dan wajah kita yang
memang sudah demikian diciptakan oleh Tuhan dan sesekali bukan kehendak atau
hasil usaha kita? Kita amat sesalkan atas perlakuan dan tindakan ayah yang
sesal dan keliru ini serta harus melakukan sesuatu untuk mengakhiri keadaan
yang pincang serta menjengkelkan hati kami semua.”
Seorang saudara lain berkata menyambung:” Soal cinta atau benci simpati atau antipati adalah soal hati yang tumbuh laksana jari-jari kita, tidak dapat ditanyakan mengapa yang satu lebih rendah dari yang lain dan mengapa ibu jari lebih besar dari jari kelingking. Yang kita sesalkan ialah bahwa ayah kita tidak dapat mengawal rasa cintanya yang berlebih-lebihan kepada Yusuf dan Bunyamin sehingga menyebabkannya berlaku tidak adil terhadap kami semua selaku sesama anak kandungnya. Keadaan yang pincang dalam hubungan kita dengan ayah tidak akan hilang, jika penyebab utamanya tidak kita hilangkan. Dan sebagaimana kamu ketahui bahwa penyebab utamanya dari keadaan yang menjengkel hati ini ialah adanya Yusuf di tengah-tengah kita. Dia adalah penghalang bagi kita untuk dapat menerobos ke dalam lubuk hati ayah kita dan dia merupakan dinding tebal yang memisahkan kita dari ayah kita yang sangat kita cintai. Maka jalan satu-satunya untuk mengakhiri kerisauan kita ini ialah dengan melenyapkannya dari tengah-tengah kita dan melemparkannya jauh-jauh dari pergaulan ayah dan keluarga kita. Kita harus membunuh dengan tangan kita sendiri atau mengasingkannya di suatu tempat di mana terdapat binatang-binatang buas yang akan melahapnya sebagai mangsa yang empuk dan lazat. Dan kita tidak perlu meragukan lagi bahwa bila Yusuf sudah lenyap dari mata dan pergaulan ayah , ia akan kembali menyintai dan menyayangi kita sebagai anak-anaknya yang patut mendapat perlakuan adil dan saksama dari ayah dan suasana rumahtangga akan kembali menjadi rukun, tenang dan damai, tiada sesuatu yang merisaukan hati dan menyesakkan dada.”
Berkata Yahudza, putera keempat dari Nabi Ya’qub dan yang paling cakap dan bijaksana di antara sesama saudaranya:” Kita semuanya adalah putera-putera Ya’qub pesuruh Allah dan anak dari Nabi Ibrahim, pesuruh dan kekasih Allah. Kami semua adalah orang-orang yang beragama dan berakal waras. Membunuh adalah sesuatu perbuatan yang dilarang oleh agama dan tidak diterima oleh akal yang sihat, apa lagi yang kami bunuh itu atau serahkan jiwanya kepada binatang buas itu adalah saudara kita sendiri , sekandung, sadarah , sedaging yang tidak berdosa dan tidak pula pernah melakukan hal-hal yang menyakitkan hati atau menyentuh perasaan. Dan bahwa ia lebih dicntai dan disayangi oleh ayah, itu adalah suatu yang berada di luar kekuasaannya dan sesekali tidak dapat ditimpakan dosanya kepadanya. Maka menurut fikiran saya kata Yahudza melanjuntukan bahasnya ialah dengan jalan yang terbaik untuk melenyapkan Yusuf ialah melemparkannya ke dalam sebuah sumur yang kering yang terletak di sebuah persimpangan jalan tempat kafilah-kafilah dan para musafir berhenti beristirehat memberi makan dan minum kepada binatang-binatang kenderaannya. Dengan cara demikian terdapat kemungkinan bahwa salah seorang daripada musafir itu menemukan Yusuf, mengangkatnya dari dalam sumur dan membawanya jauh-jauh sebagai anak pungut atau sebagai hamba sahaya yang akan diperjual-belikan .Dengan cara aku kemukakan ini ,kami telah dapat mencapai tujuan kami tanpa melakukan pembunuhan dan merenggut nyawa adik kami yang tidak berdosa.”
Fikiran dan cadangan yang dikemuka oleh Yahudza itu mendapat sambutan baik dan disetujui bulat oleh saudara-saudaranya yang lain dan akan melaksanakannya pada waktu dan kesempatan yang tepat. Pertemuan secara rahasia itu bersurai dengan janji dari masing-masing saudara hadir, akan menutup mulut dan merahasiakan rancangan jahat ini seketat-ketatnya agar tidak bocor dan tidak didengar oleh ayah mereka sebelum pelaksanaannya.
Seorang saudara lain berkata menyambung:” Soal cinta atau benci simpati atau antipati adalah soal hati yang tumbuh laksana jari-jari kita, tidak dapat ditanyakan mengapa yang satu lebih rendah dari yang lain dan mengapa ibu jari lebih besar dari jari kelingking. Yang kita sesalkan ialah bahwa ayah kita tidak dapat mengawal rasa cintanya yang berlebih-lebihan kepada Yusuf dan Bunyamin sehingga menyebabkannya berlaku tidak adil terhadap kami semua selaku sesama anak kandungnya. Keadaan yang pincang dalam hubungan kita dengan ayah tidak akan hilang, jika penyebab utamanya tidak kita hilangkan. Dan sebagaimana kamu ketahui bahwa penyebab utamanya dari keadaan yang menjengkel hati ini ialah adanya Yusuf di tengah-tengah kita. Dia adalah penghalang bagi kita untuk dapat menerobos ke dalam lubuk hati ayah kita dan dia merupakan dinding tebal yang memisahkan kita dari ayah kita yang sangat kita cintai. Maka jalan satu-satunya untuk mengakhiri kerisauan kita ini ialah dengan melenyapkannya dari tengah-tengah kita dan melemparkannya jauh-jauh dari pergaulan ayah dan keluarga kita. Kita harus membunuh dengan tangan kita sendiri atau mengasingkannya di suatu tempat di mana terdapat binatang-binatang buas yang akan melahapnya sebagai mangsa yang empuk dan lazat. Dan kita tidak perlu meragukan lagi bahwa bila Yusuf sudah lenyap dari mata dan pergaulan ayah , ia akan kembali menyintai dan menyayangi kita sebagai anak-anaknya yang patut mendapat perlakuan adil dan saksama dari ayah dan suasana rumahtangga akan kembali menjadi rukun, tenang dan damai, tiada sesuatu yang merisaukan hati dan menyesakkan dada.”
Berkata Yahudza, putera keempat dari Nabi Ya’qub dan yang paling cakap dan bijaksana di antara sesama saudaranya:” Kita semuanya adalah putera-putera Ya’qub pesuruh Allah dan anak dari Nabi Ibrahim, pesuruh dan kekasih Allah. Kami semua adalah orang-orang yang beragama dan berakal waras. Membunuh adalah sesuatu perbuatan yang dilarang oleh agama dan tidak diterima oleh akal yang sihat, apa lagi yang kami bunuh itu atau serahkan jiwanya kepada binatang buas itu adalah saudara kita sendiri , sekandung, sadarah , sedaging yang tidak berdosa dan tidak pula pernah melakukan hal-hal yang menyakitkan hati atau menyentuh perasaan. Dan bahwa ia lebih dicntai dan disayangi oleh ayah, itu adalah suatu yang berada di luar kekuasaannya dan sesekali tidak dapat ditimpakan dosanya kepadanya. Maka menurut fikiran saya kata Yahudza melanjuntukan bahasnya ialah dengan jalan yang terbaik untuk melenyapkan Yusuf ialah melemparkannya ke dalam sebuah sumur yang kering yang terletak di sebuah persimpangan jalan tempat kafilah-kafilah dan para musafir berhenti beristirehat memberi makan dan minum kepada binatang-binatang kenderaannya. Dengan cara demikian terdapat kemungkinan bahwa salah seorang daripada musafir itu menemukan Yusuf, mengangkatnya dari dalam sumur dan membawanya jauh-jauh sebagai anak pungut atau sebagai hamba sahaya yang akan diperjual-belikan .Dengan cara aku kemukakan ini ,kami telah dapat mencapai tujuan kami tanpa melakukan pembunuhan dan merenggut nyawa adik kami yang tidak berdosa.”
Fikiran dan cadangan yang dikemuka oleh Yahudza itu mendapat sambutan baik dan disetujui bulat oleh saudara-saudaranya yang lain dan akan melaksanakannya pada waktu dan kesempatan yang tepat. Pertemuan secara rahasia itu bersurai dengan janji dari masing-masing saudara hadir, akan menutup mulut dan merahasiakan rancangan jahat ini seketat-ketatnya agar tidak bocor dan tidak didengar oleh ayah mereka sebelum pelaksanaannya.
Pada malam di mana para saudaranya mengadakan
pertemuan sulit yang mana untuk merancangkan muslihat dan rancangan jahat
terhadap diri adiknya yang ketika itu Nabi Yusuf sedang tidur nyenyak ,
mengauang di alam mimpi yang sedap dan mengasyikkan ,tidak mengetahui apa yang
oleh takdir di rencanakan atas dirinya dan tidak terbayang olehnya bahwa
penderitaan yang akan dialaminya adalah akibat dari perbuatan saudara-saudara
kandungnya sendiri, yang diilhamkan oleh sifat-sifat cemburu, iri hati dan
dengki.
Pada malam yang nahas itu Nabi Yusuf melihat
dalam mimpinya seakan-akan sebelas bintang, matahari dan bulan yang berada di
langit turun dan sujud di depannya. Terburu-buru setelah bangun dari tidurnya,
ia datang menghampiri ayahnya , menceritakan kepadanya apa yang ia lihat dan
alami dalam mimpi. Tanda gembira segera tampak pada wajah Ya’qub yang
berseri-seri ketika mendengar cerita mimpi Yusuf, puteranya. Ia berkata kepada
puteranya:” Wahai anakku! Mimpimu adalah mimpi yang berisi dan bukan
mimpi yang kosong. Mimpimu memberikan tanda yang membenarkan firasatku pada
dirimu, bahwa engkau dikurniakan oleh Allah kemuliaan ,ilmu dan kenikmatan
hidup yang mewah.Mimpimu adalah suatu berita gembira dari Allah kepadamu bahwa
hari depanmu adalah hari depan yang cerah penuh kebahagiaan, kebesaran dan
kenikmatan yang berlimpah-limpah.Akan tetapi engkau harus berhati-hati, wahai
anakku ,janganlah engkau ceritakan mimpimu itu kepada saudaramu yang aku tahu
mereka tidak menaruh cinta kasih kepadamu, bahkan mereka mengiri kepadamu
karena kedudukkan yang aku berikan kepadamu dan kepada adikmu Bunyamin. Mereka
selalu berbisik-bisik jika membicarakan halmu dan selalu menyindir-nyindir
dalam percakapan mereka tentang kamu berdua. Aku khawatir, kalau engkau
ceritakan kepada mereka kisah mimpimu akan makin meluaplah rasa dengki dan
iri-hati mereka terhadapmu dan bahkan tidak mungkin bahwa mereka akan merancang
perbuatan jahat terhadapmu yang akan membinasakan engkau. Dan dalam keadaan
demikian syaitan tidak akan tinggal diam, tetapi akan makin mambakar semangat
jahat mereka dan mengorbankan rasa dengki dan iri hati yang bersemayam dalam
dada mereka. Maka berhati-hatilah, hai anakku, jangan sampai cerita mimpimu ini
bocor dan didengar oleh mereka.”
Isi cerita tersebut di atas terdapat dalam Al_Quran ,dalam surah “Yusuf” ayat 4 sehingga ayat 10 yang berbunyi sebagai berikut:
Maksudnya:” (Ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada ayahnya : “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas buah bintang, matahari dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku”. 5. Ayahnya berkata: “Hai anakku ,jgnlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudar-saudaramu, maka mereka membuat muslihat (untuk membinasakanmu) .Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” 6. Dan demikianlah Tuhanmu memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkannya kepada kamu sebahagian dari takdir mimpi-mimpi dan disempurnakannya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmatnya kepada dua orang bapamu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. 7. Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang yang bertanya. 8. (Yaitu) ketika mereka berkata: “Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat) .Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.” 9. Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah (yang tidak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.” 10. Seorang daripada mereka berkata: “Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah ia ke dalam sumur, supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir jika kamu hendak berbuat.” ( Yusuf :4 ~ 10 )
Isi cerita tersebut di atas terdapat dalam Al_Quran ,dalam surah “Yusuf” ayat 4 sehingga ayat 10 yang berbunyi sebagai berikut:
Maksudnya:” (Ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada ayahnya : “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas buah bintang, matahari dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku”. 5. Ayahnya berkata: “Hai anakku ,jgnlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudar-saudaramu, maka mereka membuat muslihat (untuk membinasakanmu) .Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” 6. Dan demikianlah Tuhanmu memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkannya kepada kamu sebahagian dari takdir mimpi-mimpi dan disempurnakannya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmatnya kepada dua orang bapamu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. 7. Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang yang bertanya. 8. (Yaitu) ketika mereka berkata: “Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat) .Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.” 9. Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah (yang tidak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik.” 10. Seorang daripada mereka berkata: “Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah ia ke dalam sumur, supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir jika kamu hendak berbuat.” ( Yusuf :4 ~ 10 )
Yusuf hidup tenang dan tenteram di rumah
Futhifar, Pembesar Mesir, sejak ia menginjakkan kakinya di rumah itu. Ia
mendapat kepercayaan penuh dari kedua majikannya, suami-isteri, mengurus
rumah-tangga mereka dan melaksanakan perintah dan segala keperluan mereka
dengan sesungguh hati, ikhlas dan kejujuran, tiada menuntut upah dan balasan
atas segala tenaga dan jerih payah yang dicurahkan untuk kepentingan keluarga.
Ia menganggap dirinya di rumah itu bukan sebagai hamba bayaran, tetapi sebagai
seorang dari anggota keluarga. demikian pula anggapan majikannya, suami-isteri
terhadap dirinya.
Ketenangan hidup dan kepuasan hati yang
diperdapat oleh Yusuf selama ia tinggal di rumah Futhifar, telah mempengaruhi
kesihatan dan pertumbuhan tubuhnya. Ia yang telah dikurnai oleh Tuhan
kesempurnaan jasmani dengan kehidupan yang senang dan empuk di rumah Futhifar,
makin terlihat tambah segar wajahnya, tambah elok parasnya dan tambah tegak
tubuhnya, sehingga ia merupakan seorang pemuda remaja yang gagah perkasa yang
menggiurkan hati setiap wanita yang melihatnya, tidak terkecuali isteri
Futhifar, majikannya sendiri.
Pengaulan hari-hari
di bawah satu atap rumah antara Yusuf pemuda remaja yang gagah perkasa dan
Nyonya Futhifar, seorang wanita muda cantik dan ayu, tidak akan terhindar dari
risiko terjadinya perbuatan maksiat, bila tidak ada kekuatan iman dan takwa
yang menyekat hawa nafsu yang ammarah bissu. Demikian lah akan apa yang terjadi
terhadap Yusuf dan isteri Pembesar Mesir. Pada hari-hari pertama Yusuf berada
di tengah-tengah keluarga , Nyonya Futhifar tidak menganggapnya dan
memperlakukannya lebih dari sebagai pembantu rumah yang cakap, tangkas, giat
dan jujur, berakhlak dan berbudi pekerti yang baik. Ia hanya mengagumi
sifat-sifat luhurnya itu serta kecakapan dan ketangkasan kerjanya dalam
menyelesaikan urusan dan tugas yang pasrahkan kepadanya. Akan tetapi memang
rasa cinta itu selalu didahului oleh rasa simpati.
Simpati dan kekaguman Nyonya Futhifar terhadap
cara kerja Yusuf, lama-kelamaan berubah menjadi simpati dan kekaguman terhadap
bentuk banda dan paras mukanya. Gerak-gerik dan tingkah laku Yusuf diperhatikan
dari jauh dan diliriknya dengan penuh hati-hati. Bunga api cinta yang masih
kecil di dalam hati Nyonya Futhifar terhadap Yusuf makin hari makin membesar
dan membara tiap kali ia melihat Yusuf berada dekatnya atau mendengar suaranya
dan suara langkah kakinya. Walaupun ia berusaha memandamkan api yang membara di
dadanya itu dan hedak menyekat nafsu berahi yang sedang bergelora dalam hatinya,
untuk menjaga maruahnya sebagai majikan dan mepertahankan sebagai isteri
Pembesar, namun ia tidak berupaya menguasai perasaan hati dan hawa nasfunya
dengan kekuatan akalnya. Bila ia duduk seorang diri, maka terbayanglah di depan
matanya akan paras Yusuf yang elok dan tubuhnya yang bagus dan tetaplah melekat
bayangan itu di depan mata dan hatinya, sekalipun ia berusaha untuk
menghilangkannya dengan mengalihkan perhatiannya kepada urusan dan kesibukan
rumahtangga. Dan akhirnya menyerahlah Nyonya Futhifar kepada kehendak dan
panggilan hati dan nafsunya yang mnedapat dukungan syaitan dan iblis dan
diketepikanlahnya semua pertimbangan maruah, kedudukan dan martabat serta
kehormatan diri sesuai dengan tuntutan dengan akal yang sihat.
Nyonya Futhifar menggunakan taktik,
mamancing-mancing Yusuf agar ia lebih dahulu mendekatinya dan bukannya dia dulu
yang mendekati Yusuf demi menjaga kehormatan dirinya sebagai isteri Pembesar.
Ia selalu berdandan dan berhias rapi, bila Yusuf berada di rumah, merangsangnya
dengan uangi-uangian dan dengan memperagakan gerak-geri dan tingkah laku sambil
menampakkan, seakan-akan dengan tidak sengaja bahagian tubuhnya yang biasanya
menggiurkan hati orang lelaki. Yusuf yang tidak sadar bahwa Zulaikha, isteri
Futhifar, mencintai dan mengandungi nafsu syahwat kepadanya, menganggap
perlakuan manis dan pendekatan Zulaikha kepadanya adalah hal biasa sesuai
dengan pesanan Futhifar kepada isterinya ketika dibawa pulang dari tempat
perlelongan. Ia berlaku biasa sopan santun dan bersikap hormat dan tidak
sedikit pun terlihat dari haknya sesuatu gerak atau tindakan yang menandakan
bahwa ia terpikat oleh gaya dan aksi Zulaikha yang ingin menarik perhatiannya
dan mengiurkan hatinya. Yusuf sebagai calon Nabi telah dibekali oleh Allah
dengan iman yang mantap, akhlak yang luhur dan budi pekerti yang tinggi. Ia
tidak akan terjerumus melakukan sesuatu maksiat yang sekaligus merupakan
perbuatan atau suatu tindakan khianat terhadap orang yang telah mempercayainya
memperlakukannya sebagai anak dan memberinya tempat di tengah-tengah
keluarganya.
Sikap dingin dan acuh tak acuh dari Yusuf
terhadap rayuan dan tingkah laku Zulaikha yang bertujuan membangkitkan nafsu
syahwatnya menjadikan Zulaikha bahkan tambah panas hati dan bertekad dkan
berusaha terus sampai maksudnya tercapai. Jika aksi samar-samar yang ia lakukan
tetap tidak dimengertikan oleh Yusuf Yang dianggapkannya yang berdarah dingin
itu, maka akan dilakukannya secara berterus terang dan kalau perlu dengan cara
paksaan sekalipun. Zulaikha , tidak tahan lebih lama menunggu reaksi dari Yusuf
yang tetap bersikap dingin , acuh tak acuh terhadap rayuan dan ajakan yang
samar-samar daripadanya. Maka kesempatan ketika si suami tidak ada di rumah,
masuklah Zulaikha ke bilik tidurnya seraya berseru kepada Yusuf agar mengikutinya.
Yusuf segera mengikutinya dan masuk ke bilik di belakang Zulaikha, sebagaimana
ia sering melakukannya bila di mintai pertolongannya melakukan sesuatu di dalam
bilik. Sekali-kali tidak terlintas dalm fikirannya bahwa perintah Zulaikha kali
itu kepadanya untuk masuk ke biliknya bukanlah perintah biasa untuk melakukan
sesuatu yang biasa diperintahkan kepadanya. Ia baru sadar ketika ia berada di
dalam bilik, pintu dikunci oleh Zulaikha, tabir disisihkan seraya berbaring
berkatalah ia kepada Yusuf: “Hai Yusuf! Inilah aku sudah siap bagimu, aku tidak
tahan menyimpan lebih lama lagi rasa rinduku kepada sentuhan tubuhmu. Inilah
tubuhku kuserahkan kepadamu, berbuatlah sekehendak hatimu dan sepuas nafsumu.”
Seraya memalingkan wajahnya ke arah lain, berkatalah Yusuf:” Semoga Allah melindungiku dari godaan syaitan. Tidak mungkin wahai tuan puteriku aku akan melakukan maksiat dan memenuhi kehendakmu. Jika aku melakukan apa yang tuan puteri kehendaki, maka aku telah mengkhianati tuanku, suami tuan puteri, yang telah melimpahkan kebaikannya dan kasih sayangnya kepadaku. Kepercayaan yang telah dilimpahkannya kepadaku, adalah suatu amanat yang tidak patut aku cederai. Sesekali tidak akanku balas budi baik tuanku dengan perkhianatan dan penodaan nama baiknya. Selain itu Allah pun akan murka kepadaku dan akan mengutukku bila bila aku lakukan apa yang tuan puteri mintakan daripadaku. Allah Maha Mengetahui segala apa yang diperbuat oleh hambanya”.
Seraya memalingkan wajahnya ke arah lain, berkatalah Yusuf:” Semoga Allah melindungiku dari godaan syaitan. Tidak mungkin wahai tuan puteriku aku akan melakukan maksiat dan memenuhi kehendakmu. Jika aku melakukan apa yang tuan puteri kehendaki, maka aku telah mengkhianati tuanku, suami tuan puteri, yang telah melimpahkan kebaikannya dan kasih sayangnya kepadaku. Kepercayaan yang telah dilimpahkannya kepadaku, adalah suatu amanat yang tidak patut aku cederai. Sesekali tidak akanku balas budi baik tuanku dengan perkhianatan dan penodaan nama baiknya. Selain itu Allah pun akan murka kepadaku dan akan mengutukku bila bila aku lakukan apa yang tuan puteri mintakan daripadaku. Allah Maha Mengetahui segala apa yang diperbuat oleh hambanya”.
Segera mata Zulaikha melotot dan wajahnya
menjadi merah, tanda marah yang meluap-luap, akibat penolakan Yusuf tehadap
ajaknya. Ia merasakan dirinya dihina dan diremehkan oleh Yusuf dengan
penolakannya, yang dianggapnya suatu perbuatan kurang ajar dari seorang pelayan
terhadap majikannya yang sudah merendahkan diri, mengajaknya tidur bersama,
tetapi ditolak mentah-mentah. Padhal tidak sedikit pembesar pemerintah dan
orang-orang berkedudukan telah lama merayunya dan ingin sekali menyentuh
tubuhnya yang elok itu, tetapi tidak dihiraukan oleh Zulaikha.
Yusuf melihat mata Zulaikha yang melotot dan
wajahnya yang menjadi merah, menjadi takut akan terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, dan segera lari menuju pintu yang tertutup, namun Zulaikha
cepat-cepat bangun dari ranjangnya mengejar Yusuf yang sedang berusaha membuka
pintu, ditariknyalah kuat-kuat oleh Zulaikha bahagian belakang kemejanya
sehingga terkoyak. Tepat pada masa mereka berada di belakang pintu sambil tarik
menarik, datanglah Futhifar mendapati mereka dalam keadaan yang mencurigakan
itu.
Dengan tiada memberi kesempatan Yusuf membuka mulut,
berkatalah Zulaikha cepat-cepat kepada suaminya yang masih berdiri tercengang
memandang kepada kedua orang kepercayaan itu:” Inilah dia Yusuf , hamba yang engkau puja
dan puji itu telah berani secara kurang ajar masuk ke bilikku dan memaksaku
memenuhi nafsu syahwatnya. Berilah ia ganjaran yang setimpal dengan perbuatan
biadabnya. Orang yang tidak mengenal budi baik kami ini harus dipenjarakan dan
diberika seksaan yang pedih.”
Yusuf mendengar laporan dan tuduhan palsu Zulaikha kepada suaminya, tidak dapat berbuat apa-apa selain memberi keterangan apa yang terjadi sebenarnya. Berkatalah ia kepada majikannya, Futhifar:” Sesungguhnya dialah yang menggodaku, memanggilkan aku ke biliknya, lalu memaksaku memenuhi nafsu syahwatnya. Aku menolak tawarannya itu dan lari menyingkirinya, namun ia mengejarku dan menarik kemejaku dari belakang sehingga terkoyak.”
Futhifar dalam keadaan bingung. Sipakah diantara kedua orang yang benar? Yusufkah yang memang selama hidup bersama dirumahnya belum pernah berkata dusta, atau Zulaikhakah yang dalam fikirannya tidak mungkin akan mengkhianatinya? Dalam keadaan demikian itu tibalah sekonyong-konyong seorang dari keluarga Zulaikha, yaitu saudaranya sendiri yang dikenal bijaksana, pandai dan selalu memberi pertimbangan yang tepat bila dimintai fikiran dan nasihatnya. Atas permintaan Futhifar untuk memberinya pertimbangan dalam masalah yang membingungkan itu, berkatalah saudaranya:” Lihatlah, bila kemeja Yusuf terkoyak bagian belakangnya, maka ialah yang benar dan isterimu yang dusta. Sebaliknya bila koyak kemejanya di bagian hadapan maka dialah yang berdusta dan isterimu yang berkata benar.”
Berkatalah Futhifar kepada isterinya setelah persoalannya menjadi jelas dan tabir rahasianya terungkap:” Beristighfarlah engkau hai Zulaikha dan mohonlah ampun atas dosamu. Engkau telah berbuat salah dan dusta pula untuk menutupi kesalahanmu. Memang yang demikian itu adalah sifat-sifat dan tipu daya kaum wanita yang sudah kami kenal.” Kemudian berpalinglah dia mengadap Yusuf dan berkata kepadanya:” Tutuplah rapat-rapat mulutmu wahai Yusuf, dan ikatlah lidahmu, agar masalah ini akan tetap menjadi rahasia yang tersimpan sekeliling dinding rumah ini dan jangan sesekali sampai keluar dan menjadi rahasia umum dan buah mulut masyarakat. Anggap saja persoalan ini sudah selesai sampai disini.”
Ada sebuah peribahasa yang berbunyi:” Tiap rahasia yang diketahui oleh dua orang pasti tersiar dan diketahui oleh orang ramai.” Demikianlah juga peristiwa Zulaikha dengan Yusuf yang dengan ketat ingin ditutupi oleh keluarga Futhifar tidak perlu menunggu lama untuk menjadi rahasia umum. pada mulanya orang berbisik-bisik dari mulut ke mulut, menceritakan kejadian itu, tetapi makin hari makin meluas dan makin menyebar ke tiap-tiap pertemuan dan menjadi bahan pembicaraan di kalangan wanita-wanita dari golongan atas dan menengah. Kecaman-kecaman yang bersifat sindiran mahupun yang terang-terangan mulai dilontarkan orang terhadap Zulaikha, isteri Pembesar Negara, yang telah dikatakan bercumbu-cumbuan dengan pelayannya sendiri, seorang hamba belian dan yang sangat memalukan kata mereka bahwa pelayan bahkan menolak ajakan majikannya dan tatkala melarikan diri darinya dikejarkannya sampai bahagian belakang kemejanya terkoyak.
Yusuf mendengar laporan dan tuduhan palsu Zulaikha kepada suaminya, tidak dapat berbuat apa-apa selain memberi keterangan apa yang terjadi sebenarnya. Berkatalah ia kepada majikannya, Futhifar:” Sesungguhnya dialah yang menggodaku, memanggilkan aku ke biliknya, lalu memaksaku memenuhi nafsu syahwatnya. Aku menolak tawarannya itu dan lari menyingkirinya, namun ia mengejarku dan menarik kemejaku dari belakang sehingga terkoyak.”
Futhifar dalam keadaan bingung. Sipakah diantara kedua orang yang benar? Yusufkah yang memang selama hidup bersama dirumahnya belum pernah berkata dusta, atau Zulaikhakah yang dalam fikirannya tidak mungkin akan mengkhianatinya? Dalam keadaan demikian itu tibalah sekonyong-konyong seorang dari keluarga Zulaikha, yaitu saudaranya sendiri yang dikenal bijaksana, pandai dan selalu memberi pertimbangan yang tepat bila dimintai fikiran dan nasihatnya. Atas permintaan Futhifar untuk memberinya pertimbangan dalam masalah yang membingungkan itu, berkatalah saudaranya:” Lihatlah, bila kemeja Yusuf terkoyak bagian belakangnya, maka ialah yang benar dan isterimu yang dusta. Sebaliknya bila koyak kemejanya di bagian hadapan maka dialah yang berdusta dan isterimu yang berkata benar.”
Berkatalah Futhifar kepada isterinya setelah persoalannya menjadi jelas dan tabir rahasianya terungkap:” Beristighfarlah engkau hai Zulaikha dan mohonlah ampun atas dosamu. Engkau telah berbuat salah dan dusta pula untuk menutupi kesalahanmu. Memang yang demikian itu adalah sifat-sifat dan tipu daya kaum wanita yang sudah kami kenal.” Kemudian berpalinglah dia mengadap Yusuf dan berkata kepadanya:” Tutuplah rapat-rapat mulutmu wahai Yusuf, dan ikatlah lidahmu, agar masalah ini akan tetap menjadi rahasia yang tersimpan sekeliling dinding rumah ini dan jangan sesekali sampai keluar dan menjadi rahasia umum dan buah mulut masyarakat. Anggap saja persoalan ini sudah selesai sampai disini.”
Ada sebuah peribahasa yang berbunyi:” Tiap rahasia yang diketahui oleh dua orang pasti tersiar dan diketahui oleh orang ramai.” Demikianlah juga peristiwa Zulaikha dengan Yusuf yang dengan ketat ingin ditutupi oleh keluarga Futhifar tidak perlu menunggu lama untuk menjadi rahasia umum. pada mulanya orang berbisik-bisik dari mulut ke mulut, menceritakan kejadian itu, tetapi makin hari makin meluas dan makin menyebar ke tiap-tiap pertemuan dan menjadi bahan pembicaraan di kalangan wanita-wanita dari golongan atas dan menengah. Kecaman-kecaman yang bersifat sindiran mahupun yang terang-terangan mulai dilontarkan orang terhadap Zulaikha, isteri Pembesar Negara, yang telah dikatakan bercumbu-cumbuan dengan pelayannya sendiri, seorang hamba belian dan yang sangat memalukan kata mereka bahwa pelayan bahkan menolak ajakan majikannya dan tatkala melarikan diri darinya dikejarkannya sampai bahagian belakang kemejanya terkoyak.
Kecaman-kecaman sindiran-sindiran dan
ejekan-ejekan orang terhadap dirinya akhirnya sampailah di telinga Zulaikha. Ia
menjadi masygul dan sedih hati bahwa peristiwanya dengan Yusuf sudah menjadi
buah mulut orang yang dengan sendirinya membawa nama baik keluarga dan nama
baik suaminya sebagai Pembesar Negara yang sangat disegani dan dihormati.
Zulaikha yang sangat marah dan jengkel terhadap wanita-wanita sekelasnya,
isteri-isteri pembesar yang tidak henti-hentinyadalam pertemuan mereka
menyinggung namanya dengan ejekan dan kecaman sehubungan dengan peristiwanya
dengan Yusuf.
Untuk mengakhiri desas-desus dan kasak-kusuk
kaum wanita para isteri pembesar itu, Zulaikha mengundang mereka ke suatu
jamuan makan di rumahnya, dengan maksud membuat kejutan memperlihatkan kepada
mereka Yusuf yang telah menawankan hatinya sehingga menjadikan lupa dari
kedudukannya sebagai isteri Pembesar Negara.
Dalam pesta itu para undangan diberikan tempat duduk yang empuk dan masing-masing diberikan sebilah pisau yang tajam untuk memotong daging dan buah-buahan yang tersedia dan sudah dihidangkan.
Dalam pesta itu para undangan diberikan tempat duduk yang empuk dan masing-masing diberikan sebilah pisau yang tajam untuk memotong daging dan buah-buahan yang tersedia dan sudah dihidangkan.
Setelah masing-masing tamu menduduki tempatnya
dan disilakannya menikmati hidangan yang sudah tersedia di depannya, maka tepat
pada masa mereka sibuk mengupas buah yang ada ditangan masing-masing,
dikeluarkannyalah Yusuf oleh Zulaikha berjalan sebagai peragawan di hadapan
wanita-wanita yang sedang sibuk memotong buah-buahan itu. Tanpa disadari para
tamu wanita yang sedang memegang pisau dan buah-buahan di tangannya seraya
ternganga mengagumi keindahan wajah dan tubuh Yusuf mereka melukai jari-jari
tangannya sendiri dan sambil menggeleng-geleng kepala keheranan, maka
berkatalah mereka:” Maha Sempurnalah Allah. Ini bukanlah manusia. Ini adalah
seorang malaikat yang mulia.”
Zulaikha bertepuk tangan tanda genbira melihat usah kejutannya brhasil dan sambil menujuk ke jari-jari wanita yang terhiris dan mencucurkan darah itu berkatalah ia:” Inilah dia Yusuf, yang menyebabkan aku menjadi bual-bualan ejekanmu dan sasaran kecaman-kecaman orang Tidakkah kami setelah melihat Yusuf dengan mata kepala memberi uzur kepadaku, bila ia menawan hatiku dan membangkitkan hawa nafsu syahwatku sebagai seorang wanita muda yang tidak pernah melihat orang yang setampan parasnya, seindah tubuhnya dan seluhur akhlak Yusuf? Salahkah aku jika aku tergila-gila olehnya, sampai lupa akan kedududkanku dan kedudukan suamiku? Kamu yang hanya melihat Yusuf sepintas lalu sudah kehilangan kesadaran sehingga bukan buah-buahan yang kamu kupas tetapi jari-jari tanganmu yang terhiris. Maka herankah kalau aku yang berkumpul dengan Yusuf di bawah satu bumbung, melihat wajah dan tubuhnya serta mendengar suaranyapada setiap saat dan setiap detik sampai kehilangan akal sehingga tidak dapat mengawal nafsu syahwatku menghadapinya? Aku harus mengaku didepan kamu bahawa memang akulah yang menggodanya dan merayunya dan dengan segala daya upaya ingin memikat hatinya dan mengundangnya untuk menyambut cintaku dan melayani nafsu syahwatku. Akan tetapi dia bertahan diri, tidak menghiraukan ajakanku dan bersikap dingin terhadap rayuan dan godaanku. Ia makin menjauhkan diri, bila aku mencoba mendekatinya dan memalingkan pandangan matanya dari pandanganku bila mataku menentang matanya. Aku telah merendahkan diriku sebagai isteri Pembesar Negara kepada Yusuf yang hanya seorang hamba sahaya dan pembantu rumah, namaku sudah terlanjur ternoda dan menjadi ejekan orang karenanya, maka bila tetap membangkang dan tidak mahu memperturutkan kehendakku, aku tidak akan ragu-ragu akan memasukkannya ke dalam penjara sepanjang waktu sebagai pengajaran baginya dan imbalan bagi kecemaran namaku karenanya.”
Zulaikha bertepuk tangan tanda genbira melihat usah kejutannya brhasil dan sambil menujuk ke jari-jari wanita yang terhiris dan mencucurkan darah itu berkatalah ia:” Inilah dia Yusuf, yang menyebabkan aku menjadi bual-bualan ejekanmu dan sasaran kecaman-kecaman orang Tidakkah kami setelah melihat Yusuf dengan mata kepala memberi uzur kepadaku, bila ia menawan hatiku dan membangkitkan hawa nafsu syahwatku sebagai seorang wanita muda yang tidak pernah melihat orang yang setampan parasnya, seindah tubuhnya dan seluhur akhlak Yusuf? Salahkah aku jika aku tergila-gila olehnya, sampai lupa akan kedududkanku dan kedudukan suamiku? Kamu yang hanya melihat Yusuf sepintas lalu sudah kehilangan kesadaran sehingga bukan buah-buahan yang kamu kupas tetapi jari-jari tanganmu yang terhiris. Maka herankah kalau aku yang berkumpul dengan Yusuf di bawah satu bumbung, melihat wajah dan tubuhnya serta mendengar suaranyapada setiap saat dan setiap detik sampai kehilangan akal sehingga tidak dapat mengawal nafsu syahwatku menghadapinya? Aku harus mengaku didepan kamu bahawa memang akulah yang menggodanya dan merayunya dan dengan segala daya upaya ingin memikat hatinya dan mengundangnya untuk menyambut cintaku dan melayani nafsu syahwatku. Akan tetapi dia bertahan diri, tidak menghiraukan ajakanku dan bersikap dingin terhadap rayuan dan godaanku. Ia makin menjauhkan diri, bila aku mencoba mendekatinya dan memalingkan pandangan matanya dari pandanganku bila mataku menentang matanya. Aku telah merendahkan diriku sebagai isteri Pembesar Negara kepada Yusuf yang hanya seorang hamba sahaya dan pembantu rumah, namaku sudah terlanjur ternoda dan menjadi ejekan orang karenanya, maka bila tetap membangkang dan tidak mahu memperturutkan kehendakku, aku tidak akan ragu-ragu akan memasukkannya ke dalam penjara sepanjang waktu sebagai pengajaran baginya dan imbalan bagi kecemaran namaku karenanya.”
Mendengar kata-kata ancaman Zulaikha terhadap
diri Yusuf menggugah hati para wanita yang menaruh simpati dan rasa kasihan
kepada diri Yusuf. Mereka menyayangkan bahwa tubuh yang indah dan wajah yang
tampan serta manusia yang berbudi pekerti dan berakhlak luhur itu tidak patut
dipenjarakan.Berkata salah seorang yang menghampirinya:” Wahai Yusuf!
Mengapa engkau berkeras kepala menghadapi Zulaikha yang menyayangimu dan
mencintaimu? Mengapa engkau menolak ajakan dan seruannya terhadapmu? Suatu
keuntungan besar bagimu, bahwa seorang wanita cantik seperti Zulaikha yang
bersuamikan seorang pembesar negara tertarik kepadamu dan menginginkan
pendekatanmu. Ataukah mungkin engkau adalah seorang lelaki yang lemah syahwat
dan karena itu tidak tertarik oleh kecantikan serta keelokan seorang wanita
muda seperti Zulaikha.”
Berkata seorang tamu wanita lain:” Jika sekiranya kamu tidak tertarik kepada Zulaikha karena kecantikannya, maka berbuatlah untuk kekayaannya dan kedudukan suaminya. sebab jika engkau dapat menyesuaikan dirimu kepada kehendak Zulaikha dan mengikuti segala perintahnya nescay engkau akan dianugerahi harta yang banyak dan mungkin pangkatmu pun akan dinaikkan.”
Berkata seorang tamu wanita lain:” Jika sekiranya kamu tidak tertarik kepada Zulaikha karena kecantikannya, maka berbuatlah untuk kekayaannya dan kedudukan suaminya. sebab jika engkau dapat menyesuaikan dirimu kepada kehendak Zulaikha dan mengikuti segala perintahnya nescay engkau akan dianugerahi harta yang banyak dan mungkin pangkatmu pun akan dinaikkan.”
Berucap seorang tamu lain memberi nasihat:” Wahai Yusuf!
fikirkanlah baik-baik dan camkanlah nasihatku ini: Zulaikha sudah berketetapan
hati harus mencapai tujuannya dan memperoleh akan apa yang dikehendakinya
darimu. Ia sudah terlanjur diejek dan dikecam orang dan sudah terlanjur namanya
menjadi bualan di dalam masyarakat karena engkau maka dia mengancam bila engkau
tetap berkeras kepala dan tidak melunakkan sikapmu terhadap tuntutannya, pasti
ia akan memasukkan engkau ke dalam penjara sebagai penjahat. Engkau mengetahui
bahawa suami Zulaikha adalah Pembesar Negara yang berkuasa memenjarakan
seseorang ke dalam tahanan dan engkau mengetahui pula bahwa Zulaikha sangat
berpengaruh kepada suaminya. Sayangilah wahai Yusuf dirimu yang masih muda
remaja dan tampan ini dan ikutilah perintah Zulaikha agar engkau selamat dan
terhindar dari akibat yang kami tidak menginginkan ke atas dirimu.”
Kata-kata nasihat dan bujukan para wanita ,Tamu Zulaikha itu didengar oleh Yusuf dengan telinga kanan dan keluar ke telinga kirinya. Tidak suatu pun yang dapat turun ke lubuk hatinya atau menjadi bahan penimbangannya. Akan tetapi walaupun ia percaya kepada dirinya, tidak akan terpengaruh oleh bujukan dan nasihat-nasihat itu, ia merasa khawatir, bahwa jika masih tinggal lama di tengah-tengah pergaulan itu akhirnya mungkin ia akan terjebak dan masuk ke dalam perangkap tipu daya dan tipu muslihat Zulaikha dan kawan-kawan wanitanya.
Kata-kata nasihat dan bujukan para wanita ,Tamu Zulaikha itu didengar oleh Yusuf dengan telinga kanan dan keluar ke telinga kirinya. Tidak suatu pun yang dapat turun ke lubuk hatinya atau menjadi bahan penimbangannya. Akan tetapi walaupun ia percaya kepada dirinya, tidak akan terpengaruh oleh bujukan dan nasihat-nasihat itu, ia merasa khawatir, bahwa jika masih tinggal lama di tengah-tengah pergaulan itu akhirnya mungkin ia akan terjebak dan masuk ke dalam perangkap tipu daya dan tipu muslihat Zulaikha dan kawan-kawan wanitanya.
Berdoalah Nabi Yusuf memohon kepada Allah agar
memberi ketetapan iman dan keteguhan tekad kepadanya spy tidak tersesat oleh
godaan syaitan dan tipu muslihat kaum wanita yang akan menjerumuskannya ke
dalam lembah kemaksiatan dan perbuatan mungkar. Berucaplah ia di dalam doanya:” Ya Tuhanku!
sesungguhnya aku lebih suka dipenjarakan berbanding aku berada di luar tetapi
harus memperturuntukan hawa nafsu para wanita itu. Lindungilah aku wahai
Tuhanku dari pergaulan orang-orang yang hendak membawaku ke jalan yang sesat
dan memaksaku melakukan perbuatan yang Engkau tidak redhai. Bila aku
dipenjarakan akan ku bulatkan fikiranku serta ibadahku kepadamu wahai Tuhanku.
Jauhkanlah daripadaku rayuan dan tipu daya wanita-wanita itu, supaya aku tidak
termasuk dari orang-orang yang bodoh dan sesat.”
Futhifar, Pembesar Negara, Suami Zulaikha mengetahui dengan pasti bahwa Yusuf bersih dari tuduhan yang dilemparkan kepadanya. Ia pula sadar bahwa isterinyalah yang menjadi biang keladi dalam peristiwa yang sampai mencemarkan nama baik keluarganya. Akan tetapi ia tidak dapat berbuat selain mengikuti nasihat isterinya yang menganjurkan agar Yusuf dipenjarakan. Karena dengan memasukkan Yusuf ke dalam tahanan, pendapat umum akan berubah dan berbalik akan menuduh serta menganggap Yusuflah yang bersalah dalam peristiwa itu dan bukannya Zulaikha. Dengan demikian mereka berharap nama baiknya akan pulih kembali dan desas-desus serta kasak-kasuk masyarakat tentang rumahtanggannya akan berakhir. Demikianlah, maka perintah dikeluarkan oleh Futhifar dan masuklah Yusuf ke dalam penjara sesuai dengan doanya.
Futhifar, Pembesar Negara, Suami Zulaikha mengetahui dengan pasti bahwa Yusuf bersih dari tuduhan yang dilemparkan kepadanya. Ia pula sadar bahwa isterinyalah yang menjadi biang keladi dalam peristiwa yang sampai mencemarkan nama baik keluarganya. Akan tetapi ia tidak dapat berbuat selain mengikuti nasihat isterinya yang menganjurkan agar Yusuf dipenjarakan. Karena dengan memasukkan Yusuf ke dalam tahanan, pendapat umum akan berubah dan berbalik akan menuduh serta menganggap Yusuflah yang bersalah dalam peristiwa itu dan bukannya Zulaikha. Dengan demikian mereka berharap nama baiknya akan pulih kembali dan desas-desus serta kasak-kasuk masyarakat tentang rumahtanggannya akan berakhir. Demikianlah, maka perintah dikeluarkan oleh Futhifar dan masuklah Yusuf ke dalam penjara sesuai dengan doanya.
Isi cerita di atas dapat dibaca dalam Al-Quran
surah Yusuf ayat 22 sehingga ayat 35 yang bermaksud : “22. Dan
tatkala ia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 23. Dan wanita
(Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya
(kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata: ” Marilah kesini “.
Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan
aku dengan baik.” Sesungguh orang-orang yang zalim tidak akan beruntung. 24.
Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf
dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak
melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikian agar Kami memalingkan daripadanya
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang
terpilih. 25. Dan kedua-duanya berlumba-lumba menuju pintu dan wanita itu
menarik baju kemeja Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati
suami wanita itu di muka pintu. Wanita itu berkata:” Apakah pembalasan terhadap
orang yang bermaksud berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau
dihukum dengan azab yang pedih?” 26. Yusuf berkata:” Dia menggodaku untuk
menundukkan diriku (kepadanya).” Dan seorang saksi dari keluarga wanita itu
memberi kesaksiannya:” Jika bajunya koyak dihadapan, maka wanita itu benar, dan
Yusuf termasuk orang-orang yang dusta. 27. Dan jika bajunya koyak dibelakang,
mka wanita itulah yang dusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar”. 28.
Maka tatkala suami wanita itu melihat baju kemeja Yusuf koyak dari belakang
berkatalah dia:” Sesungguhnya kejadian itu adalah diantara tipu daya kamu,
sesungguhnya tipu daya kamu besar”. 29. Hai Yusuf:” Berpalinglah dari ini dan
kamu (hai isteriku) mohon ampunlah atas doamu itu karena kamu sesungguhnya
termasuk orang-orang yang berbuat salah”. 30. Dan wanita-wanita di kota itu
berkata:” Isteri Al-Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya
kepadanya, sesungguhnya cintanya kepada bujangan itu adalah sangat mendalam.
Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan nyata.” 31. Maka tatkala wanita
itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan
disediakannya bagi mereka tempat duduk dan diberikannya kepada masing-masing
mereka sebilah pisau (untuk memotong jamuan) kemudian dia berkata (kepada
Yusuf):” Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka”. Maka tatakala
wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keindahan rupa) nya dan
mereka melukai (jari) tangannya dan berkata:” Maha sempurna Allah, ini bukanlah
manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia”. 32. Wanita
itu (Zulaikha) berkata:” Itulah dia orang yang kamu cela aku karena (tertarik)
kepadanya dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya
(kepadaku) akan tetapi dia menolak. Dan sesungguhnya jika dia tidak mentaati
apa yang aku perintahkan kepadanya nescaya dia akan dipenjarakan dan dia akan
termasuk orang-orang yang hina”. 33. Yusuf berkata:” Wahai Tuhanku penjara
lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau
hindarkan dariku tipu daya mereka tentu akan aku cenderung untuk (memenuhi
keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh”. 34. Maka
Tuhannya memperkenankan doa Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya
mereka. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. 35.
Kemudian ambil fikiran kepada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebenaran
Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai sesuatu waktu”. ( Yusuf : 25 ~
35 )
Pada suatu hari berkumpullah di istana raja
Mesir, para pembesar, penasihat dan para arif bijaksana yang sengaja diundang
oleh untuk memberi takbir mimpi yang telah memusingkan hatinya. Ia bermimpi
seakan-akan melihat tujuh ekor sapi betina lain yang kurus-kurus. Disamping itu
ia melihat pula dalam mimpinya tujuh butir gandum hijau disamping tujuh butir yang
lain kering. Tidak seorang dari. pembesar-pembesar yang didatangkan itu yang
dapat memberi tafsiran takbir bagi mimpi Raja bahkan sebahagian dari mereka menganggapkannya sebagai
mimpi kosong yang tiada berhenti dan menganjurkan kepada Raja melupakan saja
mimpi itu dan menghilangkannya dari fikirannya.
Pelayan Raja, pemuda teman Yusuf dalam
penjara, pada masa pertemuan Raja dengan para tetamunya, lalu teringat olehnya
pesan Nabi Yusuf kepadanya sewaktu ia akan dikeluarkan dari penjara dan bahwa
takbir yang diberikan oleh Nabi Yusuf bagi mimpinya adalah tepat, telah terjadi
sebagaimana telah ditakdirkan. Ia lalu memberanikan diri menghampiri Raja dan
berkata:” Wahai Paduka Tuanku! Hamba mempunyai seorang teman kenalan di
dalam penjara yang pandai menakbirkan mimpi. Ia adalah seorang yang cakap,
ramah dan berbudi pekerti luhur. Ia tidak berdosa dan tidak melakukan kesalahan
apa pun. Ia dipenjara hanya atas fitnahan dan tuduhan palsu belaka. Ia telah
memberi takbir bagi mimpiku sewaktu hamba berada dalam tahanan bersamanya dan
ternyata takbirnya tepat dan benar sesuai dengan apa yang hamba alami. Jika
Paduka Tuan berkenan, hamba akan pergi mengunjunginya di penjara untuk
menanyakan dia tentang takbir mimpi Paduka Tuan.”
Dengan izin Raja, pergilah pelayan mengunjungi Nabi Yusuf dalam penjara. Ia menyampaikan kepada Nabi Yusuf kisah mimpinya Raja yang tidak seorang pun dari anggota kakitangannya dan para penasihatnya dapat memberikan takbir yang memuaskan dan melegakan hati majikannya. Ia mengatakan kepada Nabi Yusuf bahwa jika Raja dapat dipuaskan dengan pemberian bagi takbir mimpinya, mungkin sekali ia akan dikeluarkan dari penjara dan dengan demikian akan berakhirlah penderitaan yang akan dialami bertahun-tahun dalam kurungan.
Dengan izin Raja, pergilah pelayan mengunjungi Nabi Yusuf dalam penjara. Ia menyampaikan kepada Nabi Yusuf kisah mimpinya Raja yang tidak seorang pun dari anggota kakitangannya dan para penasihatnya dapat memberikan takbir yang memuaskan dan melegakan hati majikannya. Ia mengatakan kepada Nabi Yusuf bahwa jika Raja dapat dipuaskan dengan pemberian bagi takbir mimpinya, mungkin sekali ia akan dikeluarkan dari penjara dan dengan demikian akan berakhirlah penderitaan yang akan dialami bertahun-tahun dalam kurungan.
Berucaplah Nabi Yusuf menguraikan takbir mimpi
Raja:” Negara akan menghadapi masa makmur, subur selama tujuh tahun,
di mana tumbuh-tumbuhan dan semua tanaman gandum, padi dan sayur mayur akan
mengalami masa menuai yang baik yang membawa hasil makanan berlimpah-ruah,
kemudian menyusuk musim kemarau selama tujuh tahun berikutnya dimana sungai Nil
tidak memberi air yang cukup bagi ladang-ladang yang kering, tumbuh-tumbuhan
dan tanaman rusak dimakan hama ssedang persediaan bahan makanan, hasil tuaian
tahun-tahun subur itu sudah habis dimakan. Akan tetapi, Nabi Yusuf
melanjuntukan keterangannya, setelah mengalami kedua musim tujuh tahun itu akan
tibalah tahun basah di mana hujan akan turun dengan lebatnya menyirami
tanah-tanah yang kering dan kembali menghijau menghasilkan bahan makanan dan buah-buahan
yang lazat yang dapat diperah untuk diminum. Maka jika takbirku ini menjadi
kenyataan ,” Nabi Yusuf berkata
lebih lanjut,” seharusnya kamu menyimpan baik-baik apa yang telah dihasilkan
dalam tahun-tahun subur, serta berjimat dalam pemakaiannya untuk persiapan
menghadapi masa kering, agar supaya terhindarlah rakyat dari bencana kelaparan
dan kesengsaraan.”
Raja setelah mendengar dari pelayannya apa
yang diceritakan oleh Nabi Yusuf tentang mimpinya merasakan bahwa takbir yang
didengarkan itu sangat masuk akal dan dapat dipercayai bahwa apa yang telah
diramalkan oleh Yusuf akan menjadi kenyataan. Ia memperoleh kesan bahwa Yusuf
yang telah memberi takbir yang tepat itu adalah seorang yang pandai dan
bijaksana dan akan sangat berguna bagi negara jika ia didudukkan di istana
menjadi penasihat dan pembantu kerajaan. Maka disuruhnyalah kembali si pelayan
ke penjara untuk membawa Yusuf menghadap kepadanya di istana.
Nabi Yusuf yang sudah cukup derita hidup
sebagai orang tahanan yang tidak berdosa, dan ingin segera keluar dari kurungan
yang mencekam hatinya itu, namun ia enggan keluar dari penjara sebelum
peristiwanya dengan isteri Pembesar Negara dijernihkan lebih dahulu dan sebelum
tuduhan serta fitnah yang ditimpakan ke atas dirinya diterangkan kepalsuannya.
Nabi Yusuf ingin keluar dari penjara sebagai orang yang suci bersih dan bahwa
dosa yang diletakkan kepada dirinya adalah fitnahan dan tipu-daya yang
bertujuan menutupi dosa isteri Pembesar Negara sendiri.
Raja Mesir yang sudah banyak mendengar tentang
Nabi Yusuf dan terkesan oleh takbir yang diberikan bagi mimpinya secara
terperinci dan menyeluruh makin merasa hormat kepadanya, mendengar tuntutannya
agar diselesaikan lebih dahulu soal tuduhan dan fitnahan yang dilemparkan atas
dirinya sebelum ia dikeluarkan dari penjara. Hal mana menurut fikiran Raja
menandakan kejujurannya, kesucian hatinya dan kebesaran jiwanya bahwa ia tidak
ingin dibebaskan atas dasar pengampunan tetapi ingin dibebaskan karena ia
bersih dan tidak bersalah serta tidak berdosa.
Tuntutan Nabi Yusuf diterima oleh Raja Mesir
dan segera dikeluarkan perintah mengumpulkan para wanita yang telah menghadiri
jamuan makan Zulaikha dan teriris ujung jari tangan masing-masing ketika
melihat wajahnya. Di hadapan Raja mereka menceritakan tentang apa yang mereka
lihat dan alami dalam jamuan makan itu serta percakapan dan soal jawab yang
mereka lakukan dengan Nabi Yusuf. Mereka menyatakan pesan mereka tentang diri
Nabi Yusuf bahwa ia seorang yang jujur, soleh, bersih dan bukan dialah yang
salah dalam peristiwanya dengan Zulaikha. Zulaikha pun dalam pertemuan itu,
mengakui bahwa memang dialah yang berdosa dalam peristiwanya dengan Yusuf dan
dialah yang menganjurkan kepada suaminya agar memenjarakan Yusuf untuk
memberikan gambaran palsu kepada masyarakat bahwa dialah yang salah dan bahwa
dialah yang memperkosa kehormatannya.
Hasil pertemuan Raja dengan para wanita itu di
umumkan agar diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat dan dengan demikian
terungkaplah tabir yang meliputi peristiwa Yusuf dan Zulaikha. Maka atas,
perintah Raja, dikeluarkanlah Nabi Yusuf dari penjara secara hormat, bersih
dari segala tuduhan. Ia pergi langsung ke istana Raja memenuhi undangannya.
Bacalah isi cerita ini dalam Al-Quran surah
“Yusuf” ayat 43 sehingga ayat 53 : “43.~ Raja berkata (kepada
orang-orang terkemuka dari kaumnya): “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh
ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh butir (gandum) yang hijau dan tujuh
butir lainnya yang kering. Hai orang-orang yang terkemuka, terangkanlah
kepadaku tentang takbir mimpiku itu, jika kamu dapat menakbirkan mimpi.” 44.~
Mereka menjawab: “(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sesekali tidak
tahu menakbirkan mimpi”. 45.~ Dan berkatalah orang yang selamat di antara
mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya; “Aku
akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) menakbirkan mimpi itu,
maka utuslah aku (kepadanya) “. 46.~ (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf
ia berseru): ” Yusuf, hai orang yang sangat dapat dipercaya, terangkanlah
kepada kami tentang tujuh ekor sapi yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh
ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh butir (gandum) yang hijau dan
(tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar
mereka mengetahuinya”. 47.~ Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun
(lamanya) sebagaimana biasa maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di
butirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. 48.~ Kemudian sesudah itu akan
datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan
untuk menghadapinya (tahun sulit) kecuali sedikit dari (benih gandum) yang kamu
simpan. 49.~ Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi
hujan (dengan cukup) dan di masa mereka memeras anggur”. 50.~ Raja berkata:
“Bawalah dia kepadaku”. Maka tatakala utusan itu datang kepada Yusuf,
berkatalah Yusuf: “Kembalilah kepada tuanmu dan tanyakanlah kepadanya bagimana
halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha
Mengetahui tipu daya mereka”. 51.~ Raja berkata: “(kepada wanita-wanita itu),
Bagaimana keadaan kamu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya
(kepadamu)?” Mereka berkata: “Maha sempurnalah Allah, kami tidak mengetahui
sesuatu keburukkan darinya”. Berkata (Zulaikha) isteri Al-Aziz: “Sekarang
jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya
(kepadaku) dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar”. 52.~ Yusuf
berkata: “Yang demikian itu agar dia (Al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya
aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak
meredhai tipu daya orang-orang yang berkhianat. 53.~ dan aku tidak membebaskan
diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Yusuf : 43~53)
Raja Mesir yang telah banyak mendengar tentang
Nabi Yusuf dari pelayannya, teman Nabi Yusuf dalam penjara, dari kesaksian
wanita-wanita, tamu Zulaikha dalam jamuan makan dan dari Zulaikha sendiri,
makin bertambah rasa hormatnya dan kagumnya terhadap Nabi Yusuf setelah
berhadapan muka dan bercakap-cakap dengan beliau sekeluarnya dari penjara.
Kecerdasan otak Nabi Yusuf, pengetahuannya yang luas, kesabaran , kejujurannya,
keramah-tamahannya dna akhlak serta budi pekerti luhurnya, menurut fikiran Raja
akan sangat bermanfaat bagi kerajaannya bila Nabi Yusuf diserahi pimpinan
negara dan rakyat. Maka kepada Nabi Yusuf
dalam pertemuan pertamanya dengan Raja ditawarkan agar ia tinggal di istana
mewakili Raja menyelenggarakan pemerintahan serta pengurusan negara serta
memimpin rakyat Mesir yang diramalkan akan menghadapi masa-masa sukar dan
sulit.
Nabi Yusuf tidak menolak tawaran Raja Mesir
itu. Ia menerimanya asal saja kepadanya diberi kekuasaan penuh dalam bidang
keuangan dan bidang pengedaran bahan makanan, karena menurut pertimbangan Nabi
Yusuf, kedua bidang yang berkaitan antara satu sama lain itu merupakan kunci
dari kesejahteraan rakyat dan kestabilan negara. Raja yang sudah mempunyai
kepercayaan penuh terhadap diri Nabi Yusuf, terhadap kecerdasan otaknya,
kejujuran serta kecakapannya menyetujui fikiran beliau dan memutuskan untuk
menyerahkan kekuasaannya kepada Nabi Yusuf dalam suatu upacara penobatan yang
menurut lazimnya dan kebiasaan yang berlaku.
Pada hari penobatan yang telah ditentukan,
yang dihadiri oleh para pembesar negeri dan pemuka-pemuka masyarakat, Nabi
Yusuf dikukuhkan sebagai wakil Raja, dengan mengenakan pakaian kerajaan dan di
lehernya dikalung dengan kalung emas, kemudian raja di hadapan para hadiri
melepaskan cincin dari jari tangannya lalu dipasangkannya ke jari tangan Nabi
Yusuf, sebagai tanda penyerahan kekuasaan kerajaan. Setelah selesai penobatan
dan serah terima jabatan Nabi Yusuf A.S. maka Raja Mesir berkenan untuk
mengawinkan Yusuf dengan Zulaikha (Ra’il) janda majikannya yang telah mati
ketika Nabi Yusuf AS masih dalam penjara.
Kemudian setelah Nabi Yusuf bergaul dengan
isterinya ia berkata:” Tidakkah ini lebih baik dari apa yang anda kehendaki dahulu
itu.” Jawab Zulaikha (Raa’il): “Wahai orang yang
jujur baik, jangan mencelaku. Anda mengetahui bahwa aku dahulu sedemikian muda
dan cantik, dalam keadaan serba mewah, sedang suamiku lemah, tidak dapat
memuaskan isteri dan dijadikan oleh Allah sedemikian tampannya, maka aku kalah
dengan hawa nafsuku”. Demikianlah
keadaannya, karena itu Nabi Yusuf A.S. masih bertemu dengan Zulaikha dalam
keadaan gadis, dan mendapat dua orang putera darinya, Ifratsim dan Minsya bin
Yusuf.
Demikianlah rahmat dan kurniaan Tuhan yang
telah memberi kedudukan tinggi dan kerajaan besar kepada hamba-Nya Nabi Yusuf
setelah mengalami beberapa penderitaan dan ujian yang berat, yang dimulai
dengan pelemparannya ke dalam sebuah sumur oleh saudara-saudaranya sendiri,
kemudian dijual-belikannya sebagai hamba dalam suatu penawaran umum dan pada
akhirnya setelah ia mulai merasa ketenangan hidup di rumah Pembesar Mesir
datanglah godaan dan fitnahan yang berat bagi dirinya di mana nama baiknya
dikaitkan dengan suatu perbuatan maksiat yang menyebabkan ia meringkok dalam
penjara selama bertahun-tahun.
Sebagai penguasa yang bijaksana, Nabi Yusuf
memuliakan tugasnya dengan mengadakan lawatan ke daerah-daerah yang termasuk
dalam kekuasaannya untuk berkenalan dengan rakyat jelata serta daerah yang
diperintahnya dari dekat, sehingga segala rancangan dan peraturan yang akan
diadakan dapat memenuhi keperluan dan sesuia dengan iklim dan keadaan daerah.
Dalam masa tujuh tahun pertama Nabi Yusuf
menjalankan pemerintahan di Mesir, rakyat merasakan hidup tenteram , aman dan
sejahtera. Barang-barang keperluan cukup terbahagi merata dijangkau oleh semua
lapisan masyrakat tanpa terkecuali. Dalam pada itu Nabi Yusuf tidak lupa akan
peringatan yang terkandung dalam mimpi Raja Mesir, bahwa akan datang masa tujuh
tahun yang sukar dan sulit. Maka untuk menghadapi masa itu, Nabi Yusuf
mempersiapkan gudang bagi penyimpanan bahan makanan untuk musim kemarau yang
akan datang.
Berkat pengurusan yang bijaksana dari Nabi
Yusuf, maka setelah masa hijau dan subur berlalu dan masa kemarau kering tiba,
rakyat Mesir tidak sampai mengalami krisis makanan atau derita kelaparan.
Persediaan bahan makanan yang dihimpun di waktu masa hijau dan subur dapat
mencukupi keperluan rakyat selama masa kering, bahkan masa dapat menolong
masyarakat Mesir yang sudah kekurangan bahan makanan dan menghadapi bahaya
kelaparan.
Kisah pengangkatan Nabi Yusuf sebagai penguasa
Mesir diceritakan dalam Al-Quran dalam surah Yusuf” ayat 54 sehingga ayat 57
yang berbunyi sebagai berikut:~
“54.~
Dan Raja berkata: “Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang
yang rapat kepadaku”. Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia
berkata: “Sesungguhnya kamu (mulai hari ini menjadi seorang yang berkedudukkan
tinggi lagi dipercayai pada sisi kami)”. 55.~ Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku
bendaharawan negara (Mesir) sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga
lagi berpengetahuan”. 56.~ Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf
di negeri Mesir (dia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana saja ia kehendaki di
bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada sesiapa yang Kami kehendaki
dan Kami tidak mensia-siakan pahala orang-orang yang berbuat baik. 57.~ Dan
sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik bagi orang-orang beriman dan
selalu bertakwa.” (Yusuf : 54 ~ 57 )
Kemudian datanglah orang berduyun-duyun dari
kota dan desa-desa pinggiran Mesir, bahkan dari negara-negara yang berhampiran
Mesir yang sudah kekurangan bahan makanan bagi rakyatnya. Mereka datang bagi
mengharapkan pertolongan Nabi Yusuf untuk memberi kesempatan membeli gandum
serta lain-lain bahan makanan yang masih tersedia dalam gudang-gudang
pemerintah.
Di antara para pendatang yang ingin berbelanja
di Mesir terdapat rombongan orang-orang Palestina, termasuk di antara mereka
ialah saudara-saudara Nabi Yusuf sendiri, ialah penyebab utama bagi penderitaan
yang telah di alaminya. Nabi Yusuf segera mengenal mereka tetapi sebaliknya mereka
tidak mengenal akan Nabi Yusuf yang pernah dilemparkan ke dalam telaga. Bahkan
tidak terlintas dalam fikiran mereka bahwa Yusuf masih hidup, apa lagi menjadi
orang besar memimpin negara Mesir sebagai wakil Raja yang berkuasa mutlak.
Atas pertanyaan Nabi Yusuf berkatalah
jurucakap rombongan putera-putera Ya’qub:“Wahai Paduka Tuan, kami adalah putere-putera
Ya’qub yang kesemuanya adalah dua belas orang Yang termuda di antara kami
putera ayah yang bungsu kami tinggalkan rumah untuk menjaga ayah kami yang
talah lamjut usia dan buta pula. Seorang saudara lain telah lama meninggalkan
rumah dan hingga kami tidak mengetahui di mana dia berada. Kami datang kemari
atas perintah ayah kami, agar memohon pertolongan dna bantuan Paduka Tuan yang
budiman, kiranya dapat memberi kesempatan memperkenankan kami membeli gandum
dari pesediaan pemerintahan tuan, bagi memenuhi keperluan kami yang sangat
mendesak, sehubungan dengan krisis bahan makanan yang menimpa daerah kami.”
Berkata Nabi Yusuf menjawab keterangan-keterangan saudaranya itu:“Sesungguhnya kami meragukan identitas kamu dan menyangsikan keteranganmu ini. Kami tidak dapat mengabaikan adanya kemungkinan bahwa kamu adalah mata-mata yang dikirim oleh musuh-musuh kami untuk mengadakan kekecohan dan kekacauan di negeri kami karenanya kami menghendaki memberi bukti-bukti yang kuat atas kebenaran kata-katamu atau membawa saksi-saksi yang kami percaya bahwa kamu adalah betul-betul putera-putera Ya’qub.”
“Paduka Tuan Yang bijaksana”, menyambut itu, “Kami adalah orang-orang musafir gharib di negeri tuan, tidak seorang pun di sini mengenal kami atau kami kenal, maka sukar sekali bagi kami pada masa ini memberi bukti atau membawa saksi sebagaimana Paduka Tuan serukan. Maka kami hanya berpasrah kepada Paduka Tuan untuk memberi jalan kepada kami dengan cara bagaimana kami dapat memenuhi seruan paduka itu.”
Berkata Nabi Yusuf menjawab keterangan-keterangan saudaranya itu:“Sesungguhnya kami meragukan identitas kamu dan menyangsikan keteranganmu ini. Kami tidak dapat mengabaikan adanya kemungkinan bahwa kamu adalah mata-mata yang dikirim oleh musuh-musuh kami untuk mengadakan kekecohan dan kekacauan di negeri kami karenanya kami menghendaki memberi bukti-bukti yang kuat atas kebenaran kata-katamu atau membawa saksi-saksi yang kami percaya bahwa kamu adalah betul-betul putera-putera Ya’qub.”
“Paduka Tuan Yang bijaksana”, menyambut itu, “Kami adalah orang-orang musafir gharib di negeri tuan, tidak seorang pun di sini mengenal kami atau kami kenal, maka sukar sekali bagi kami pada masa ini memberi bukti atau membawa saksi sebagaimana Paduka Tuan serukan. Maka kami hanya berpasrah kepada Paduka Tuan untuk memberi jalan kepada kami dengan cara bagaimana kami dapat memenuhi seruan paduka itu.”
“Baiklah”, Nabi Yusuf berkata, “Kali
ini kami memberi kesempatan kepada kamu untuk membeli gandum dari gudang kami
secukupnya keperluaan kamu sekeluarga dengan syarat bahwa kamu harus kembali
kesini secepat mungkin membawa saudara bungsumu yang kamu tinggalkan dirumah.
Jika syarat ini tidak dipenuhi, maka kami tidak akan melayani keperluan kamu
akan gandum untuk masa selanjutnya.”Berkata abang kepada Yusuf yang tidak
mengenalkannya itu: “Paduka Tuan kami mengira bahwa ayah kami tidak
akan mengizinkan kami membawa adik bungsu kami ke sini, karena ia adalah
kesayangan ayah kami yang sangat dicintai dan dia adalah penghibur ayah yang
menggantikan kedudukan saudara kami Yusuf, sejak ia keluar dari rumah
menghilangkan tanpa meninggalkan bekas. Akan tetapi bagaimana pun untuk
kepentingan kami sekeluarga, akan kami usahakan sedapat mungkin memujuk ayah
agar memngizinkan kami membawa adik kami Bunyamin ke mari dalam kesempatan yang
akan datang.”
Sejak kembalinya kafilah putera-puteranya dari
Mesir tanpa Bunyamin dan Yahudza, maka duka nestapa dan kesedihan Ya’qub makin
mendalam dan menyayat hati. Ia tidak merasakan tidur bermalam-malam,
mengenangkan ketiga puteranya yang tidak berketentuan tempat dan nasibnya. Ia
hanya terasa terhibur bila ia sedang menghadap kepada Allah, bersolat, bersujud
seraya memohon kepada Allah agar mengaruniainya
kesabaran dan keteguhan iman menghadapi ujian dan percobaan yang sedang ia
alami.
Ia kadangkala berkhalwat seorang diri
melepaskan air matanya bercucuran sebebas-bebasnya untuk melegakan dadanya yang
sesak. Fisik Nabi Ya’qub makin hari makin menjadi lemah, tubuhnya makin kurus
hungga tunggal kulit melekat pada tulang, ditambah pula dengan kebutaan matanya
yang menjadi putih. Hal mana menjadikan putera-puteranya khawatir terhadap
kelangsungan hidupnya. Mereka menegurnya dengan mengatakan: “Wahai ayah!
Ayah adalah seorang Nabi dan pesuruh Allah yang dari-Nya wahyu diturunkan dan
darinya kami mendapat tuntutan dan ajaran beriman. Sampai bilakah ayah bersedih
hati dan mencucurkan air mata mengenangkan Yusuf dan Bunyamin. Tidak cukupkah
sudah bahwa banda ayah hanya tinggal kulit di atas tulang dan mata ayah menjadi
buta? Kami sangat khawatir bahwa ayah akan menjadi binasa bila tidak
menyedarkan diri dan berhenti mengenangkan Yusuf dan Bunyamin”.
Ya’qub menjawab teguran putera-puteranya itu mengatakan: “Kata-kata teguranmu bahkan menambahkan kesedihan hatiku dan bahkan membangkitkan kembali kenangan-kenanganku pada masa yang lalu, di mana semua anak-anak ku berkumpul di depan mataku. Aku berkeyakinan bahwa Yusuf masih hidup dan suara hatiku membisikkan kepadaku bahwa ia masih berkeliaran di atas bumi Allah ini, namun di mana ia berada dan nasib apa yang ia alami, hanya Allahlah yang mengetahuinya. Bila kamu benar-benar sayang kepadaku dan ingin melegakan hatiku serta menghilangkan rasa sedih dan dukacitaku, pergilah kamu merantau mencari jejak Yusuf dan berusahalah sampai menemuinya dan setidak-tidaknya mendapat keterangan di mana ia berada sekarang dan jangan sesekali berputus asa karena hanya orang-orang kafirlah yang berputus asa dari rahmat Allah”.
Seruan Ya’qub dipertimbangkan oleh putera-puteranya dan diterimanyalah saranannya, setidak-tidaknya ia sekedar membesarkan hati si ayah dan meredakan rasa penderitaannya yang berlarut-larutan. Dan sekali pun mereka merasa tidak mungkin mendapat Yusuf dalam keadaan hidup, namun bila mereka berhasil memujuk penguasa Mesir mengembalikan Bunyamin, maka hal itu sudah cukup merupakan penghibur bagi ayah mereka serta ubat yang dapat meringankan rasa sakit hatinya.
Racangan perjalanan dirundingkan dan terpilihlah Mesir sebagai tujuan pertama dari perjalanan mereka mencari jejak Yusuf sesuai dengan seruan Ya’qub dengan maksud sampingan ialah membeli gandum untuk mengisi persediaan yang sudah berkurang.
Ya’qub menjawab teguran putera-puteranya itu mengatakan: “Kata-kata teguranmu bahkan menambahkan kesedihan hatiku dan bahkan membangkitkan kembali kenangan-kenanganku pada masa yang lalu, di mana semua anak-anak ku berkumpul di depan mataku. Aku berkeyakinan bahwa Yusuf masih hidup dan suara hatiku membisikkan kepadaku bahwa ia masih berkeliaran di atas bumi Allah ini, namun di mana ia berada dan nasib apa yang ia alami, hanya Allahlah yang mengetahuinya. Bila kamu benar-benar sayang kepadaku dan ingin melegakan hatiku serta menghilangkan rasa sedih dan dukacitaku, pergilah kamu merantau mencari jejak Yusuf dan berusahalah sampai menemuinya dan setidak-tidaknya mendapat keterangan di mana ia berada sekarang dan jangan sesekali berputus asa karena hanya orang-orang kafirlah yang berputus asa dari rahmat Allah”.
Seruan Ya’qub dipertimbangkan oleh putera-puteranya dan diterimanyalah saranannya, setidak-tidaknya ia sekedar membesarkan hati si ayah dan meredakan rasa penderitaannya yang berlarut-larutan. Dan sekali pun mereka merasa tidak mungkin mendapat Yusuf dalam keadaan hidup, namun bila mereka berhasil memujuk penguasa Mesir mengembalikan Bunyamin, maka hal itu sudah cukup merupakan penghibur bagi ayah mereka serta ubat yang dapat meringankan rasa sakit hatinya.
Racangan perjalanan dirundingkan dan terpilihlah Mesir sebagai tujuan pertama dari perjalanan mereka mencari jejak Yusuf sesuai dengan seruan Ya’qub dengan maksud sampingan ialah membeli gandum untuk mengisi persediaan yang sudah berkurang.
Tibalah kafilah putera-putera Ya’qub di Mesir
untuk ketiga kalinya dan dalam pertemuan mereka dengan Yusuf, wakil raja Mesir
yang berkuasa, berkatalah mereka: “Wahai Paduka Tuan! Keadaan hidup
yang sukar dan melarat di negeri kami yang disebabkan oleh krisis bahan makanan
yang belum teratasi memaksa kami datang kembali untuk ketiga kalinya
mengharapkan bantuan dan murah hati paduka tuan, kedatangan kami kali ini juga
untuk mengulang permohonan kami kepada paduka tuan dapatlah kiranya adik bungsu
kami Bunyamin dilepaskan untuk kami bawa kembali kepada ayahnya yang sudah buta
kurus kering dan sakit0sakit sejak Yusuf, abang Bunyamin hilang. Kami sangat
mengharapkan kebijaksanaan paduka tuan agar melepaskan permohonan kami ini,
kalau-kalau dengan kembalinya Bunyamin kepada pangkuan ayahnya dapat
meringankan penderitaan batinnya serta memulihkan kembali kesihatan badannya
yang hanya tinggal kulit melekat pada tulangnya.”
Kata-kata yang diucapkan oleh abang-abangnya menimbulkan rasa haru pada diri Yusuf dan tepat mengenai sasaran di lubuk hatinya, menjadikan ia merasakan bahwa masanya telah tiba untuk mengenalkan dirinya kepada saudara-saudaranya dan dengan demikian akan dapat mengakhiri penderitaan ayahnya yang malang itu. Berucaplah Yusuf kepada saudara-saudaranya secara mengejek: “Masih ingatkah kamu apa yang telah kamu lakukan terhadap adikmu Yusuf, tatkala kamu memperturutkan hawa nafsu melemparkannya ke dalam sumur di suatu tempat yang terpencil? Dan masih teringatkah olehmu tatkala seorang darimu memegang Yusuf dengan tangannya yang kuat, menanggalkan pakaiannya dari tubuhnya lalu dalam keadaan telanjang bulat ditinggalkannyalah ia seorang diri di dalam sumur yang gelap dan kering itu, lalu tanpa menghiraukan ratap tangisnya, kamu kembali pulang ke rumah dengan rasa puas seakan-akan kamu telah membuang sebuah benda atau seekor binatang yang tidak patut dikasihani dan dihiraukan nasibnya?”
Mendengar kata-kata yang diucapkan oleh wakil raja Mesir itu, tercenganglah para saudara Yusuf, bertanya-tanya kepada diri sendiri masing-masing, seraya mamandang antara satu dengan yang lain, bagaimana peristiwa itu sampai diketahuinya secara terperinci, padahal tidak seorang pun dari mereka pernah membocorkan berita peristiwa itu kepada orang lain, juga kepada Bunyamin pun yang sedang berada di dalam istana raja. Kemudian masing-masing dari mereka menyorotkan matanya, mulutnya dan seluruh tubuhnya dari kepala sampailah ke kaki. Dicarinya ciri-ciri khas yang mereka ketahui berada pada tubuh Yusuf semasa kecilnya. Lalu berbisik-bisiklah mereka dan sejurus kemudian keluarlah dari mulut mereka secara serentak suara teriakan : “Engkaulah Yusuf”.
“Benar”,Yusuf menjawab, “Akulah Yusuf dan ini adalah adikku setunggal ayah dan ibu, Bunyamin. Allah dengan rahmat-Nya telah mengakhiri segala penderitaanku dan segala ujian berat yang telah aku alami dan dengan rahmat-Nya pula kami telah dikurniai nikmat rezeki yang melimpah ruah dan penghidupan yang sejahtera. Demikianlah barangsiapa yang bersabar, bertaqwa serta bertawakkal tidaklah akan luput dari pahala dan ganjarannya.”
Kata-kata yang diucapkan oleh abang-abangnya menimbulkan rasa haru pada diri Yusuf dan tepat mengenai sasaran di lubuk hatinya, menjadikan ia merasakan bahwa masanya telah tiba untuk mengenalkan dirinya kepada saudara-saudaranya dan dengan demikian akan dapat mengakhiri penderitaan ayahnya yang malang itu. Berucaplah Yusuf kepada saudara-saudaranya secara mengejek: “Masih ingatkah kamu apa yang telah kamu lakukan terhadap adikmu Yusuf, tatkala kamu memperturutkan hawa nafsu melemparkannya ke dalam sumur di suatu tempat yang terpencil? Dan masih teringatkah olehmu tatkala seorang darimu memegang Yusuf dengan tangannya yang kuat, menanggalkan pakaiannya dari tubuhnya lalu dalam keadaan telanjang bulat ditinggalkannyalah ia seorang diri di dalam sumur yang gelap dan kering itu, lalu tanpa menghiraukan ratap tangisnya, kamu kembali pulang ke rumah dengan rasa puas seakan-akan kamu telah membuang sebuah benda atau seekor binatang yang tidak patut dikasihani dan dihiraukan nasibnya?”
Mendengar kata-kata yang diucapkan oleh wakil raja Mesir itu, tercenganglah para saudara Yusuf, bertanya-tanya kepada diri sendiri masing-masing, seraya mamandang antara satu dengan yang lain, bagaimana peristiwa itu sampai diketahuinya secara terperinci, padahal tidak seorang pun dari mereka pernah membocorkan berita peristiwa itu kepada orang lain, juga kepada Bunyamin pun yang sedang berada di dalam istana raja. Kemudian masing-masing dari mereka menyorotkan matanya, mulutnya dan seluruh tubuhnya dari kepala sampailah ke kaki. Dicarinya ciri-ciri khas yang mereka ketahui berada pada tubuh Yusuf semasa kecilnya. Lalu berbisik-bisiklah mereka dan sejurus kemudian keluarlah dari mulut mereka secara serentak suara teriakan : “Engkaulah Yusuf”.
“Benar”,Yusuf menjawab, “Akulah Yusuf dan ini adalah adikku setunggal ayah dan ibu, Bunyamin. Allah dengan rahmat-Nya telah mengakhiri segala penderitaanku dan segala ujian berat yang telah aku alami dan dengan rahmat-Nya pula kami telah dikurniai nikmat rezeki yang melimpah ruah dan penghidupan yang sejahtera. Demikianlah barangsiapa yang bersabar, bertaqwa serta bertawakkal tidaklah akan luput dari pahala dan ganjarannya.”
Setelah mendengar pengakuan Yusuf, berubahlah
wajah mereka menjadi pucat. Terbayang di depan mata mereka apa yang mereka
perbuat terhadap diri adik mereka Yusuf yang berada di depan mereka sebagai
wakil raja Mesir yang berkuasa penuh. Mereka gelisah tidak dapat membayangkan
pembalasan apa yang akan mereka terima dari Yusuf atas dosa mereka itu.
Berkatalah saudara-saudara Yusuf dengan nada
yang rendah: “Sesungguhnya kami telah berdosa terhadap dirimu dan
bertindak kejam ketika kami melemparkan kamu ke dasar telaga. Kami lakukan
perbuatan kejam itu, terdorong oleh hawa nafsu dan bisikan syaitan yang
terkutuk. Kami sangat sesalkan peristiwa yang terjadi itu yang berakibat
penderitaan bagimu dan bagi ayah kami.Akan tetapi kini nampak kepada kami
kelebihanmu di atas diri kami dan bagaiman Allah telah mengurniakan nikmat-Nya
kepadamu sebagai ganti penderitaan yang disebabkan oleh perbuatan kami yang
durhaka terhadap dirimu. Maka terserah kepadamu untuk tindakan pembalasan
apakah yang akan engkau timpakan di atas diri kami yang telah berdosa dan
mendurhakaimu”.
Berucaplah Yusuf menenteramkan hati saudara-saudaranya yang sedang ketakutan:“Tidak ada manfaatnya menyesalkan apa yang telah terjadi dan menggugat kejadian-kejadian yang telah lalu. Cukuplah sudah bila itu semua menjadi pengajaran bahwa mengikuti hawa nafsu dan suara syaitan selalu akan membawa penderitaan dan mengakibatkan kebinasaan di dunia dan di akhirat. Mudah-mudahan Allah mengampuni segala dosamu, karena Dialah Yang Maha Penyayang serta Maha Pengampun. Pergilah kamu sekarang juga kembali kepada ayah dengan membawa baju kemejaku ini. Usapkanlak ia pada kedua belah matanya yang insya-Allah akan menjadi terang kembali, kemudian bawalah ia bersama semua keluarga ke sini secepat mungkin.”
Maka bertolaklah kafilah putera-putera Ya’qub dengan diliputi rasa haru bercampur gembira, kembali menuju ke Palestina membawa berita gembira bagi ayah mereka yang sedang menanti hasil usaha pencarian Yusuf yang disarankannya. Dan selagi kafilah sudah mendekati akhir perjalanannya dan hampir memasuki Palestina ayah mereka Nabi Ya’qub memperoleh firasat bahwa pertemuan dengan Yusuf, putera kesayangannya sudah berada di ambang pintu. Firasat itu diperolehnya sewaktu ia berkhalwat seorang diri di mihrab tempat ibadahnya bermunajat kepada Allah, berzikir dan bersujud seraya melepaskan air matanya bercucuran dan suara tangisnya menggema di seluruh sudut rumah, sekonyong-konyong suara tangisnya berbalik menjadi gelak ketawa, air matanya berhenti bercucuran dan keluarlah ia dari mihrabnya berteriak: “Aku telah mencium bau tubuh Yusuf dan aku yakin bahwa aku akan menemuinya dalam waktu dekat. Ini bukan khayalan dan bukannya pula bawaan kelemahan ingatan yang selalu kamu tuduhkan kepadaku.”
Sejurus kemudian berhentilah kafilah di depan pintu rumah turunlah putera-putera Ya’qub dari atas unta masing-masing, beramai-ramai masuk ke dalam rumah dan berpelukan dengan ayah sambil mengusapkan baju kemeja Yusuf pada kedua belah matanya. Seketika itu pula terbuka lebarlah kedua belah mata Ya’qub, bersinar kembali memandang wajah putera-puteranya dan mendengar kisah perjalanan putera-puteranya dan bagaimana mereka telah menemukan Yusuf bersama adiknya Bunyamin. Disampaikan pula kepada ayah seruan dan undangan Yusuf agar semua sekeluarga berhijrah ke Mesir dan bergabung menjadi satu di dalam istananya. Dan segera berkemas-kemaslah Ya’qub sekeluarga menyiapkan diri untuk berhijrah ke Mesir.
Berucaplah Yusuf menenteramkan hati saudara-saudaranya yang sedang ketakutan:“Tidak ada manfaatnya menyesalkan apa yang telah terjadi dan menggugat kejadian-kejadian yang telah lalu. Cukuplah sudah bila itu semua menjadi pengajaran bahwa mengikuti hawa nafsu dan suara syaitan selalu akan membawa penderitaan dan mengakibatkan kebinasaan di dunia dan di akhirat. Mudah-mudahan Allah mengampuni segala dosamu, karena Dialah Yang Maha Penyayang serta Maha Pengampun. Pergilah kamu sekarang juga kembali kepada ayah dengan membawa baju kemejaku ini. Usapkanlak ia pada kedua belah matanya yang insya-Allah akan menjadi terang kembali, kemudian bawalah ia bersama semua keluarga ke sini secepat mungkin.”
Maka bertolaklah kafilah putera-putera Ya’qub dengan diliputi rasa haru bercampur gembira, kembali menuju ke Palestina membawa berita gembira bagi ayah mereka yang sedang menanti hasil usaha pencarian Yusuf yang disarankannya. Dan selagi kafilah sudah mendekati akhir perjalanannya dan hampir memasuki Palestina ayah mereka Nabi Ya’qub memperoleh firasat bahwa pertemuan dengan Yusuf, putera kesayangannya sudah berada di ambang pintu. Firasat itu diperolehnya sewaktu ia berkhalwat seorang diri di mihrab tempat ibadahnya bermunajat kepada Allah, berzikir dan bersujud seraya melepaskan air matanya bercucuran dan suara tangisnya menggema di seluruh sudut rumah, sekonyong-konyong suara tangisnya berbalik menjadi gelak ketawa, air matanya berhenti bercucuran dan keluarlah ia dari mihrabnya berteriak: “Aku telah mencium bau tubuh Yusuf dan aku yakin bahwa aku akan menemuinya dalam waktu dekat. Ini bukan khayalan dan bukannya pula bawaan kelemahan ingatan yang selalu kamu tuduhkan kepadaku.”
Sejurus kemudian berhentilah kafilah di depan pintu rumah turunlah putera-putera Ya’qub dari atas unta masing-masing, beramai-ramai masuk ke dalam rumah dan berpelukan dengan ayah sambil mengusapkan baju kemeja Yusuf pada kedua belah matanya. Seketika itu pula terbuka lebarlah kedua belah mata Ya’qub, bersinar kembali memandang wajah putera-puteranya dan mendengar kisah perjalanan putera-puteranya dan bagaimana mereka telah menemukan Yusuf bersama adiknya Bunyamin. Disampaikan pula kepada ayah seruan dan undangan Yusuf agar semua sekeluarga berhijrah ke Mesir dan bergabung menjadi satu di dalam istananya. Dan segera berkemas-kemaslah Ya’qub sekeluarga menyiapkan diri untuk berhijrah ke Mesir.
Dirangkulnyalah si ayah oleh Yusuf seraya
mencucurkan air mata setiba Ya’qub di halaman istana bersama seluruh keluarga.
Demikian pula ayah tidak ketinggalan mencucurkan air mata, namun kali ini
adalah air mata suka dan gembira. Semuanya pada merebahkan diri bersujud
sebagai tanda syukur kepada Allah serta penghormatan bagi Yusuf, kemudian
dinaikkannyalah ayah dan ibu tirinya yang juga saudara ibunya ke atas singasana
seraya berkata: “Wahai ayahku! Inilah dia takbir mimpiku yang dahulu itu,
menjadi kenyataan. Dan tidak kurang-kurang rahmat dan kurniaan Allah kepadaku
yang telah mengangkatku dari dalam sumur, mengeluarkan aku dari penjara dan
mempertemukan kami semua setelah syaitan telah merusakkan perhubungan
persaudaraan antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Allah Maha Lembut
terhadap apa yang Dia kehendaki dan sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana”.Kemudian Yusuf
mengangkat kedua tangannya berdoa: “Ya Tuhanku! Engkau telah menganugerahkan
kepadaku sebahagian kerajaan dan mengajarkan kepadaku pengentahuan serta
kepandaian mentakbir mimpi. Ya Tuhanku Pencipta langit dan bumi! Engkaulah
pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam,
beriman dan bertakwa dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang soleh.”
Bacalah ayat 87 sehingga 101 dari surah
“Yusuf”, tentang isi cerita di atas sebagai berikut : “87.~
Berkatalah Ya’qub: ” Hai anak-anakku, pergilah kamu maka carilah berita tentang
Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kamu kafir.”88.~
Maka ketika mereka masuk ke (Tempat) Yusuf, mereka berkata : “Hai Al-Aziz, kami
dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa
barang-barang yang tidak berharga, maka sempurnakanlah sukatan untuk kami dan
bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada
orang-orang yang bersedekah.”89.~ Yusuf berkata: “Apakah kamu mengetahui
(keburukan) apa yang kamu lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak
mengetahui (akibat) perbuatanmu itu?”90.~ Mereka berkata: “Apakah kamu ini
benar-benar Yusuf?” Yusuf menjawab: “Akulah Yusuf dan ini saudaraku.
Sesungguhnya Allah telah melimpahkan kurnia-Nya kepada kami”. Sesungguhnya
barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak
mensia-siakan pahala orang-orang yang berbuat baik”.91.~ Mereka berkata: “Demi
Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkankamu atas kami dan sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)”.92.~ Dia (Yusuf) berkata: “Pada
hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu)
dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang”.93.~ Pergilah kamu
dengan membawa baju kemejaku ini, lalu lekatkanlah ia ke wajah ayahku, nanti ia
akan melihat kembali, dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku”.94.~ Tatkala
kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir) berkata ayah mereka: ”
Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal
(tentu kamu membenarkan aku)”.95.~ Keluarganya berkata: “Demi Allah kamu
sesungguhnya masih dalam kekeliruanmu yang dahulu”.96.~ Tatkala telah tiba
pembawa berita gembira itu, maka diletakkannya baju itu ke wajah Ya’qub, lalu
kembalilah dia dapat melihat. Berkata Ya’qub: “Tidakkah aku katakan kepadamu,
bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya”.97.~ Mereka
berkata: “Wahai ayah kami! Mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami,
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)”.98.~ Ya’qub
berkata: “Kelak aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.99.~ Maka tatkala mereka masuk
ke (tempat ) Yusuf, Yusuf merangkul ibu bapanya dan dia berkata: “Masuklah kamu
di negeri Mesir, insya-Allah dalam keadaan aman”.100.~ Dan ia menaikkan kedua
ibu bapanya ke atas singahsana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya
sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: “Wahai ayahku! Inilah takbir mimpiku
yang dahulu itu, sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan
sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku
dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan
merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.101.~ Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah
menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku
sebahagian takbir mimpi (ya Tuhanku) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah
Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan
gabungkanlah aku dengan orang-orang yang soleh.” ( Yusuf : 87 ~ 101 )
No comments:
Post a Comment